Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Kata PLN Terkait Realisasi Proyek 35.000 MW Baru 19,2%

PLN menyebutkan 23.000 MW proyek lainnya tengah dalam tahapan konstruksi dan diharapkan rampung pada rentang 2023 hingga 2024 mendatang.
Teknisi memasang jaringan kelistrikan baru di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (21/2/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Teknisi memasang jaringan kelistrikan baru di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (21/2/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Hingga akhir tahun lalu, realisasi operasi pembangkit listrik dalam program 35.000 MW mencapai 6.811 MW atau baru sebesar 19,2 persen.

Direktur Pengadaan Strategis Satu PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengatakan untuk 23.000 MW proyek lainnya tengah dalam tahapan konstruksi dan diharapkan rampung pada rentang 2023 hingga 2024 mendatang.

Menurutnya, timeline proyek tiap pembangkit beragam. Untuk membangun suatu pembangkit diperlukan studi dan detail design paling cepat 1 tahun. 

"Lalu untuk perijinan dan pembebasan lahan, masa konstruksi untuk PLTU 2 tahun hingga 3 tahun, kalau PLTGU sekitar 2 tahun, PLTA bisa 4-5 tahun," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/2). 

Dalam periode tersebut meliputi strategi mencari pendanaan dengan rentang waktu maksimal 1 tahun serta pembebasan lahan baik untuk lokasi pembangkit maupun transmisi sampai ke titik penyambungan ke PLN.

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat kalau dicermati saat ini memang yang COD baru 19 persen, namunyang konstruksi ada 21,8 GW dimana akan selesai secara bertahap di 2021 hingga 2024. 

"Yang kontrak ada 6,8 GW yang akan dibangun, dan sisanya dalam perencanaan. Jadi sebenarnya program 35.000 MW itu sudah berjalan hanya memang tidak seluruh pembangkitnya selesai pada waktu yang bersamaan," katanya.

Kendati demikian, program 35.000 ini sendiri mulainya memang agak terlambat yakni baru 2017 mulai pengadaan. 

Selain itu, karena pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan rencana yakni hanya berkisar 5 persen. Oleh karena itu,  dia menilai tidak memerlukan seluruh kapasitas 35.000 pada 2019/2020. 

"Saya kira langkah PLN dan pemerintah sudah tepat untuk menggeser masa operasi pembangkit-pembangkit itu karena melemahnya permintaan listrik dalam 5 tahun terakhir. Kalau masuk semua PLN malah mengalami over-supply," ucapnya

Fabby menyarankan agar sisa 24% yakni 19% yang kontrak ditambah lagi 5 persen yang masih perencanaan atau sebesar 8 GW ini sebaiknya diganti saja dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Hal ini dilakukan apabila memang yang kontrak belum dieksekusi. 

Hal ini sebenarnya untuk menghindari potensi stranded asset yang menyebabkan beban finansial bagi PLN apabila pembangkit thermal tersebut beroperasi tapi demand listrik tidak ada. 

"Sisanya yang saya sampaikan perlu ditinjau lagi dan diganti dengan pembangkit energi terbarukan," tutur Fabby. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper