Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Diyakini Tidak Kacaukan Pengendalian Inflasi 2020

Bank Indonesia meyakini inflasi pada 2020 masih akan berada pada kisaran 2 persen sampai 4 persen, sekalipun awal tahun sudah terjadi banjir se-Jabodetabek yang dikhawatirkan membuat inflasi volatile foods melesat.
Suasana mobil taksi Blue Bird yang terendam di pool taksi Kramat Jati, Jalan Raya Pondok Gede, Jakarta, Rabu (1/1/2020)./ ANTARA - Galih Pradipta
Suasana mobil taksi Blue Bird yang terendam di pool taksi Kramat Jati, Jalan Raya Pondok Gede, Jakarta, Rabu (1/1/2020)./ ANTARA - Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia meyakini inflasi pada 2020 masih akan berada pada kisaran 2 persen sampai 4 persen, sekalipun awal tahun sudah terjadi banjir se-Jabodetabek yang dikhawatirkan membuat inflasi volatile foods melesat.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan jika berkaca dari 2019 saja pertumbuhan konsumsi relatif terjaga. Meskipun pada awal 2020 ada kejutan berupa bencana banjir yang menerjang hampir seluruh wilayah Jabodetabek, kapasitas produksi nasional masih bisa mencukupi. Oleh sebab itu, target inflasi 3 persen dan pertumbuhan 5,3 persen tahun ini masih memungkinkan tercapai.

 “Berkaitan dengan bahan pangan, banjir, cuaca, musiman, Ramadan nanti, memang lebih banyak terkait inflasi harga komoditas pangan atau volatile foods. Nah, di sinilah kenapa TPID dan TPI berperan penting melakukan pengendalian inflasi di volatile food,” kata Perry ditemui Redaksi Bisnis Indonesia, Jumat (5/1/2020).

Menurut Perry, Selama ini kinerja TPI dan TPID antara pemerintah pusat dan daerah bergerak bagus. Dia menilai pemerintah lintas instansi sudah baik dalam mendorong ketersediaan komoditas dalam negeri. Pemerintah sudah mempersiapkan ketersediaan pasokan menghadapi musim tertentu.

“Misalnya beras, dalam bulan panen akan tercukupi selama ini pemerintah sudah biasanya memenuhi dari impor,” terangnya.

Perry pun menjamin bahwa Bank Indonesia sudah memonitor, memantau, menakar hingga mengantisipasi semua potensi kenaikan inflasi di luar volatile foods. Apalagi dengan naiknya tarif BPJS Kesehatan, dan menyusul kenaikan tarif dasar listrik hingga cukai rokok. Hal ini dikarenakan opsi kebijakan moneter tidak merespons langsung dampak tersebut. Perry menggarisbawahi, pentingnya antisipasi jika kenaikan harga pangan sejak banjir atau musim hujan selesai Maret 2020, masih berlanjut sampai Ramadan.

“Jadi apakah nanti perlu ada jamu pahit ya enggak, dampaknya hanya temporary, dan itu tak perlu diobati sehingga kami masih stance kebijakan moneter akomodatif dan menakar faktor inflasi itu prediksi kami masih dalam sasaran dan tentu faktor risiko dampaknya temporer tak berkelanjutan,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menyatakan Badan Pusat Statistik sudah mengumumkan bahwa pada 2019, inflasi Desember hanya 0,34 persen (mtm). Ryan menilai angka ini cukup mengejutkan karena berada di bawah eksepektasi pasar sebesar 0,42 persen (mtm). Kondisi ini membuat inflasi 2019 berada di bawah titik bawah target sebesar 2,72 persen (yoy).

“Inflasi ini jauh di bawah Desember 2017 sebesar 3,61 persen dan pada 2018 sebesar 3,13 persen,” kata Ryan.

Ryan menilai dari pencapaian ini, inflasi bahan pangan atau volatile food masih cukup tinggi yaitu 0,16 persen. Disusul dengan kontribusi dari inflasi transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,10 persen. Sisanya, sektor lain hanya menyumbang inflasi berkisar 0,05 persen.

Ryan menegaskan, pemerintah perlu memperhatikan inflasi 2,72 persen (yoy) yang rendah dari sepanjang 2015-2018 sebagai tanda-tanda perlambatan ekonomi.

Dia menilai, perlu ada kepastian bahwa inflasi yang rendah tidak disebabkan oleh pelemahan daya beli.

“Jangan sampai muncul persepsi, rendahnya inflasi 2019 karena melemahnya perekonomian yang mungkin hanya tumbuh 4,9 persen sampai 5,04 persen saja. Identifikasi ini penting sebagai referensi pembuat kebijakan  moneter dan fiskal pada 2020 untuk tetap akomodatif, propertumbuhan, dan fully relaxations,” terang Ryan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper