Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Mainan Ditargetkan Tumbuh 15 Persen Tahun Ini

Sepanjang 2019 sejumlah sektor mainan bertumbuh di kisaran 5% - 10%.
Action figure/Bisnis-Ria Theresia Situmorang
Action figure/Bisnis-Ria Theresia Situmorang

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) optimistis industri mainan mampu bertumbuh di kisaran 10% - 15% pada 2020 dengan dukungan pemerintah melalui penetapan omnibus law.

"Dengan adanya omnibus law mungkin pada pertangahan tahun, kami optimistis bisa berdampak pada industri dan mungkin bisa tumbuh sampai 10% - 15%," kata Ketua APMI Sudarman Wijaya kepada Bisnis, Jumat (3/1/2020).

Menurutnya, sepanjang 2019 sejumlah sektor mainan bertumbuh di kisaran 5% - 10%. Sejumlah indikator, yaitu realisasi ekspor, produksi untuk pasar dalam negeri dan realisasi investasi baru, di sektor manufaktur ini pun meningkat.

Namun, Sudarman mengakui pertumbuhan itu belum optimal lantaran hadirnya sejumlah kendala. "Memang ekspor ada peningkatan, khususnya kuartal-kuartal terakhir, produksi untuk konsumsi dalam negeri juga sedikit lebih baik dari tahun sebelumnya dan ada realisasi investasi baru meski belum optimal."

Menurutnya, momentum perang dagang antara China dan Amerika Serikat sebenarnya membuka peluang untuk ekspor produk mainan dari Indonesia. Pada saat yang sama, kebijakan pemerintah untuk mengerem impor produk mainan membuka ceruk bagi pelaku usaha nasional.

Namun, dia mengakui peningkatan produktivitas dalam negeri, baik untuk ekspor maupun kebutuhan di dalam negeri, masih diadang kendala ketenagakerjaan dan juga realisasi investasi baru yang memberikan teknologi baru.

"Padahal, mestinya kita bisa tumbuh lebih cepat dari itu," katanya.

Pada 2019, kata Sudarman, sejumlah investor asal China dan Hong Kong memang merealisasikan penanaman modal di sektor mainan Indonesia. Namun, dia mengakui bahwa realisasi itu belum optimal lantaran sejumlah calon investor menunda dan mengalihkan pilihannya ke negara lain akibat sejumlah problem.

Menurutnya, ada dua problem mendasar yang memengaruhi keputusan investor baru tersebut, yakni kebijakan yang tidak sinkron dan juga iklim sosial politik yang kurang kondusif pada perhelatan pemilihan umum dan juga dampak radikalisme.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Galih Kurniawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper