Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bappenas : Tahun Depan Hilirisasi Manufaktur Tak Boleh Tertunda

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan kinerja manufaktur yang melambat tahun ini disebabkan oleh masih terhambatnya proses hilirisasi.
Pekerja merakit mesin mobil Esemka di pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi, di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019)./JIBI/Bisnis-Chamdan Purwoko
Pekerja merakit mesin mobil Esemka di pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi, di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019)./JIBI/Bisnis-Chamdan Purwoko

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menegaskan mulai 2020 pembangunan manufaktur terutama dengan hilirisasi tidak boleh tertunda atau terhambat guna mencapai cita-cita pertumbuhan ekonomi 6%.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan kinerja manufaktur yang melambat tahun ini disebabkan oleh masih terhambatnya proses hilirisasi. Sebagai contoh, hilirisasi industri minyak sawit atau crude palm oil (CPO), di Indonesia belum optimal meskipun sudah ada beberapa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang terbangun.

Suharso menilai, masih banyak proses hilirisasi dari produk ekspor CPO Indonesia berlangsung justru di luar negeri. Oleh sebab itu, ke depan Bappenas dan pemerintah harus mendorong pihak swasta untuk membuka pabrik dan melakukan hilirisasi di kawasan industri yang sudah tersedia dalam negeri.

“Selain CPO yang nanti akan kita dorong adalah sektor manufaktur untuk industri makanan dan minuman, juga elektronik khususnya batu baterai untuk mobil listrik,” jelas Suharso beberapa waktu yang lalu.

Dia menilai, hal itu bisa membantu Indonesia berkembang secara bertahap sebagai negara berbasis industri otomotif di Asia Tenggara dan juga di dunia. Suharso menegaskan, hilirisasi dan jaminan bagi pelaku usaha hanya akan terwujud dengan dukungan kemudahan berusaha sehingga imbasnya posisi Indonesia dalam peringkat Ease on Doing Business (EoDB) bisa membaik.

Saat ini Indonesia tertinggal dalam kemudahan berinvestasi tercermin dari indeks kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EoDB) yang dirilis Bank Dunia, yaitu Indonesia memperoleh nilai 69,6 dari 100 dan menempati peringkat ke-73 dari 190 negara. Peringkat tersebut tidak berubah dibandingkan dengan perolehan pada 2019, meski dari perolehan nilai meningkat 1,64 poin.

Indonesia juga tercatat berada di posisi kelima terendah di Asean dalam EoDB 2020. Di Asean, hanya tiga negara yang masuk dalam peringkat 25 terbesar untuk kemudahan berbisnis. Negara tersebut adalah Singapura yang berada di peringkat kedua dengan skor 86,2, Malaysia di peringkat 12 dengan skor 81,5, dan Thailand di peringkat 21 dengan skor 80,1.

Dia menuturkan, perizinan di bidang investasi di Indonesia saat ini masih kerap terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain. Alhasil, angka kemudahan berinvestasi di Indonesia cukup tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.

“Kami melihat paling mengkhawatirkan perizinan, ancamannya itu ada beberapa, pidanakan. Bagaimana kalau itu diubah perdata, atau administrasi saja dan seterusnya," jelasnya.

Dia menilai, perlu ada penyesuaian atas sanksi untuk perizinan sehingga tidak membuat urung investor menanam modal. Menurut Suharso, kesalahan yang berbasis transaksi bisnis umum, seharusnya bisa dilakukan perubahan dengan tak melulu berbentuk hukuman pidana.

Selama ini kemudahan untuk berusaha masih dikeluhkan dari sisi pengurusan perizinan. Untuk itu, Suharso mendorong proses perizinan usaha dipermudah alias tidak berbelit-belit.

“Kalau bisa orang cuma dalam waktu 1 menit, 2 menit, itu selesai. Hitungannya hari sudah terlalu lama sekarang. Apalagi kalau investasi, kalau datang langsung silakan. Investasi harus dilihat jika datang menciptakan lapangan di dalam negeri,” ungkapnya.

Suharso menambahkan pemerintah saat ini sedang mempersiapkan model perizinan dengan mekanisme digital. Namun untuk persiapan membutuhkan waktu dan pengerjaan secara bertahap. Saat ini dia menuturkan, masih perlu pengaturan pertanggungjawaban dari kementerian atau lembaga terkait mengenai jaringan atau teknologi cloud dan artificial intelligence yang akan digunakan negara.

"Memang ada proses, terutama perubahan e-Birokrasi. tahap berikutnya mengubah dari analog ke digital, saya kira itu ada prosesnya. Cuma, kita lagi berpikir siapa pemangkunya, leading sector-nya,” pungkas Suharso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper