Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO Tak Pasti, BPDP-KS Enggan Pasang Target Penerimaan

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) belum bisa memastikan target pendapatan yang bisa dihimpun melalui pungutan ekspor.
Ilustrasi kelapa sawit/Reuters-Samsul Said
Ilustrasi kelapa sawit/Reuters-Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) belum bisa memastikan target pendapatan yang bisa dihimpun melalui pungutan ekspor. Pasalnya, penerimaan badan ini akan sangat bergantung pada harga referensi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang berkembang.

"Penerimaan perlu dilihat terdahulu mulai Januari, apakah harga rata-rata CPO mencapai nilai yang dikenai pungutan ekspor US$50 per ton," ujar Direktur Utama BPDP-KS Dono Boestami dalam konferensi pers pada Kamis (19/12/2019).

Kendati demikian, Dono tak lantas pesimistis. Dia menyatakan pihaknya berpotensi menghimpun penerimaan seperti pada 2018 jika volume ekspor pada 2020 menorehkan capaian yang sama dengan harga rata-rata CPO di atas US$619 per ton.

"Kalau secara historis dengan melihat kondisi ekspor, jika angkanya masih sama, maka tidak mustahil untuk memperoleh Rp1,1 triliun sampai Rp1,2 triliun setiap bulannya. Tergantung apakah harganya di atas batas pungutan yang dikenai US$50 per ton," imbuhnya.

Sebagai catatan, BPDP-KS tidak memperoleh penerimaan hasil pungutan ekspor sepanjang 2019 menyusul ditangguhkannya kebijakan tersebut di tengah harga CPO global yang melemah. Pemerintah berencana kembali menerapkan pengenaan pungutan ekspor per 1 Januari seiring diberlakukannya mandatori B30 yang diperkirakan bakal mendongkrak harga CPO di level ideal.

Adapun pada 2018, total pungutan yang dihimpun oleh BPDP-KS tercatat mencapai Rp14,413 triliun, naik dibandingkan penerimaan pada 2017 yang berjumlah Rp14,277 triliun. Sebelumnya, Dono menyebutkan bahwa sejak 2016, total penerimaan kelolaan BPDP-KS yang berasal dari pungutan eskpor produk sawit mencapai Rp47,23 triliun dengan jumlah penyaluran sebesar Rp33,6 triliun.

Dari total penerimaan tersebut, Dono menjelaskan komite pengarah telah menetapkan besaran alokasi sebesar Rp29,2 triliun untuk insentif biodiesel, Rp2,3 triliun untuk peremajaan sawit rakyat, Rp246,5 miliar untuk riset, Rp121,3 miliar untuk pengembangan sumber daya manusia dan beasiswa, dan Rp171,3 miliar untuk promosi.

Lebih lanjut, Dono mengemukakan pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis untuk mengatur harga CPO yang ideal. Demi mencapai hal ini, dia menilai pemerintah perlu memastikan berapa luas sawit beserta potensi produksi yang akurat.

"Sebenarnya dari kami, berapa sebenarnya harga yang ingin di-maintain? Apakah ingin di US$600 per ton atau US$650 per ton atau berapa? Hal ini yang sebenarnya dibutuhkan sehingga nanti kebijakan sawit yang dibutuhkan sesuai. Pertama, kita perlu tahu luasnya, berapa produksinya sehingga pasokan bisa distabilisasi," tutur Dono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper