Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aptrindo Usul Pasang Kamera Pemantau di Seluruh Pelabuhan Priok

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia DKI Jakarta menyatakan praktik pungli masih sangat mungkin terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok.
Truk pengangkut peti kemas melintasi kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, di Jakarta, Kamis (3/8)./JIBI-Nurul Hidayat
Truk pengangkut peti kemas melintasi kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, di Jakarta, Kamis (3/8)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia DKI Jakarta kaget dengan curahan hati para pengemudi yang menyatakan masih mengeluarkan 'uang kopi' untuk aktivitas di dalam pelabuhan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta Mustadjab Susilo Basuki menyatakan kaget dengan temuan tersebut. Namun, dia pun mengakui hal tersebut masih sangat mungkin terjadi.

"Saya pikir sudah tidak ada lagi praktik pungli, pemerasan itu, sudah tidak ada di pelabuhan, tapi ternyata yang diberitakan kemarin dan hari ini membuat saya sungguh sangat kaget juga dengan masih adanya [praktik] itu," jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (17/12/2019).

Dia merasa apa yang ditangkap dari keluhan pengemudi itu benar adanya dan bukan rekayasa. Alasannya, bagi para pengemudi uang receh Rp2.000-Rp5.000 itu merupakan bagian dari nafkah penghasilan mereka yang dijaga.

"Bisnis transportasi jalan itu keras, income mereka dapatkan juga tidak begitu besar, jadi pundi-pundi yang dijagain benar. Kalau orang tidak kerja lalu minta uang, mengeluhlah pasti mereka," terangnya.

Lebih lanjut, dia merasa perlu adanya penertiban lebih dalam terkait kemungkinan aktivitas-aktivitas seperti ini. Dia menyarankan kalau perlu dipasangkan kamera kendali yang dipasang selama 24 jam seperti yang dipasangkan di Singapura dan Australia.

Dengan demikian, kalau ada aktivitas korupsi, manipulasi, hingga pemerasan dapat diketahui hanya dari gerak-geriknya saja. Menurutnya, ketika kondisi seperti ini dibiarkan artinya pihak berwenang merestui praktik tersebut.

Kalau perlu, terangnya, dibentuk pakta integritas di internal perusahaan. "Itu di internal karyawan, berikutnya dengan mitra kerjanya tenaga outsourch [tenaga kontrak], buruh bongkar muat," imbuhnya.

Setelah itu, dapat dibangun pakta integritas bersama dengan mitra pelanggan seperti pengusaha truk agar tidak memberikan 'kutipan' begitu pun di internal perusahaan tidak menerima 'kutipan' tersebut.

"Saya pikir itu fokus saya sebagai pengusaha, asosiasi, saya mengharapkan kita harus kolaborasi memberantas pungutan liar ini, kita gandeng tangan tidak bisa parsial, sopir pun tidak bisa dibiarkan sendirian," jelasnya.

Berdasarkan hasil penelusuran Bisnis.com, tradisi pungutan liar masih dialami para supir truk logistik di pelabuhan Priok saat ini. Tradisi koruptif ini nyaris tidak berubah kala Bisnis Indonesia menurunkan laporan serupa pada edisi 19 Februari 2013.

Jumlah perkiraan rata-rata uang hasil pengumpulan uang kopi alias salam tempel dari sopir kepada oknum, terhitung hanya di pelabuhan bongkar muat JICT diperkirakan bisa mencapai Rp12.000 x 2.098.000 TEUs = Rp25,17 miliar per tahun.

Uang kopi ini hanya dihitung khusus di pelabuhan bongkar muat JICT, yang diolah berdasarakan hasil wawancara dengan para sopir. Perhitungan ini belum termasuk pelabuhan di Koja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper