Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Dinilai Masih Akan Pangkas Suku Bunga di Kuartal I/2020

Bank Indonesia diprediksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,00% namun masih ada ruang pemangkasan pada kuartal I/2020 dengan menunggu perkembangan dinamika global.

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia diprediksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,00% namun masih ada ruang pemangkasan pada kuartal I/2020 dengan menunggu perkembangan dinamika global.

Menurut Ekonom BTN, Winang Budoyo, Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rate dengan mempertimbangkan gerak The Fed yang tidak akan memangkas suku bunga acuannya.

Beberapa pertimbangan lain Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan, karena sentimen global yang mulai melonggar pascakesepakatan dagang fase I antara Amerika Serikat dan China sudah disetujui.

Meski demikian, Winang meyakini bahwa dengan dinamika perekonomian global, maka pada kuartal I/2020 mendatang Bank Indonesia masih punya ruang untuk kembali memangkas suku bunga acuannya sebanyak 1-2 kali.

“Jadi untuk 2020, saya melihat masih ada ruang penurunan, 1 kali, sampai 2 kali pada sepanjang semester I/2020,” ujar Winang kepada Bisnis, Rabu (18/12/2019).

Dia menilai bagwa pertimbangan ini diambil karena Bank Indonesia masih berkomitmen dalam upaya menjaga momentum pertumbuhan. Sehingga, pelonggaran kebijakan masih berpeluang dilakukan tahun depan.

Senada dengan Winang, Head of Economic Research Danareksa Research Institute, Moekti P. Soejarachmoen mengatakan Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuannya bulan ini. Dia beralasan, kondisi internal cenderung stabil dan dari sisi eksternal justru memberikan sinyal perbaikan ekonomi.

“Inflasi dan nilai tukar kita stabil, dan The Fed bulan Desember sudah memutuskan tidak mengubah tingkat suku bunga karena beberapa data makro sudah menunjukkan perbaikan,” ujar Moekti kepada Bisnis.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sampai dengan November 2019 inflasi tercatat sebesar 0,14% (mtm) dan 3,00% (yoy). Pasalnya, dari total 82 kota, ada 57 kota yang mengalami inflasi, dan 25 kota mengalami deflasi.

Adapun inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh sebagian besar indeks kelompok jasa transportasi, telekomunikasi, dan jasa keuangan.

Sementara itu, BPS juga mengumumkan bahwa neraca dagang November 2019 tercatat defisit US$1,33 miliar. Adapun penyebab dari defisit adalah impor migas yang masih dominan, ditambah dengan tren kenaikan impor barang konsumsi jelang akhir tahun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper