Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan November 2019 Berpotensi Alami Defisit

Head of Economic Research Danareksa Research Institute Moekti P. Soejarachmoen mengatakan proyeksi neraca perdagangan November 2019 akan mengalami defisit tipis US$46,12 juta.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan November 2019 berpotensi mengalami defisit akibat kenaikan impor barang konsumsi dan melambatnya aktivitas dagang jelang akhir tahun.

Head of Economic Research Danareksa Research Institute Moekti P. Soejarachmoen mengatakan proyeksi neraca perdagangan November 2019 akan mengalami defisit tipis US$46,12 juta.

Secara rinci, Moekti menyatakan defisit ini diakibatkan dari pertumbuhan ekspor yang hanya -0,7% (yoy), sedangkan pertumbuhan impor -12,1% (yoy). Pasalnya, ekspor bulan November 2019 akan tercatat US$14,80 miliar sedangkan impor tercatat dengan nilai US$14,85 miliar.

Menurutnya, defisit masih mungkin terjadi seiring dengan momentum akhir tahun di mana impor barang konsumsi cenderung meningkat seiring dengan naiknya permintaan.

Meski demikian dalam laporannya, dia memerinci perbaikan harga komoditas ekspor yakni minyak sawit atau crude palm oil (CPO) bisa memberi dampak kenaikan nilai ekspor.

“Dari sisi komoditas saat ini memang sejumlah harga komoditas ekspor andalan Indonesia mulai mengalami kenaikan,” ujar Moekti, Minggu (15/12/2019).

Dia memerinci, rata-rata kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia adalah 6,9% (mtm) Oktober 2019, setelah naik dari bulan sebelumnya lagi sebesar 2,8 (mtm). Kondisi tersebut jika berlanjut sampai 2020, menurut Moekti akan memperbaiki kinerja ekspor Indonesia menjadi lebih tinggi.

Selain itu, penopang neraca dagang Indonesia terlihat dari konsisi manufaktur Indonesia pada November 2019 yang menunjukkan perbaikan berdasarkan Prompt Manufacturing Index (PMI) Oktober 2019 sebesar 47,7 menjadi 48,2.

Perbaikan ini memang belum menandakan kondisi manufaktur Indonesia positif, mengingat angka 48,8 masih berada di bawah level aman yakni 50. Artinya, kondisi manufaktur Indonesia masih terkontraksi. Oleh sebab itu dengan kondisi manufaktur yang masih terkontraksi di Indonesia, Moekti menilai geliat impor barang modal masih stagnan.

Perbaikan manufaktur menurut Moekti juga berlanjut di negara-negara lain, khususnya pada negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia seperti China, Jepang, dan Amerika Serikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper