Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Berencana Turunkan Ambang Batas Barang Kiriman di Bawah US$50

Rencana kebijakan ini ditempuh menyusul maraknya praktik curang untuk menghindari pengenaan bea masuk maupun kewajiban fiskal lainnya seperti pajak impor.
Petugas melayani jasa pengiriman paket barang di PT Pos Indonesia, Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (13/6)./Antara-Destyan Sujarwoko/ilustrasi
Petugas melayani jasa pengiriman paket barang di PT Pos Indonesia, Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (13/6)./Antara-Destyan Sujarwoko/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah terus memperketat pengawasan barang melalui jasa kiriman dengan berencana menurunkan batas pembebasan bea masuk atau de minimus value.

Rencana kebijakan ini ditempuh menyusul maraknya praktik curang untuk menghindari pengenaan bea masuk maupun kewajiban fiskal lainnya seperti pajak impor.

Informasi yang dihimpun Bisnis.com di lingkungan pemerintah mengonfirmasi bahwa rencana tersebut saat ini tengah dimatangkan oleh otoritas fiskal.

Ada sejumlah skema yang diterapkan mulai dari penurunan ambang batas dari US$75 menjadi di bawah US$50, memisahkan PPN dengan bea masuk hingga tetap memugut PPN terhadap semua jenis barang yang dikategorisasikan sebagai barang kiriman.

Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro membenarkan bahwa sedang mereview kebijakan pengenaan bea masuk bagi barang kiriman. Namun demikian, Deni tak menjelaskan secara detil skema apa yang akan masuk dalam substansi review tersebut.

“Belum ada kabar jelas. Sedang [dibahas],” ungkap Deni kepada Bisnis.com yang dikutip, Rabu (11/12/2019).

Dalam catatan Bisnis.com, rencana kebijakan penurunan de minimus value dari US$75 menjadi di bawah US$50 merupakan implikasi dari maraknya praktik kecurangan oleh para pemilik barang kiriman. Setidaknya sepanjang tahun ini pihak otoritas telah membongkar berbagai macam persoalan yang terkait praktik kecurangan dalam impor barang kiriman.

Pertengahan tahun ini misalnya, otoritas menemukan praktik memecah dokumen yang dilakukan oleh importir barang kiriman. Indikasinya, adalah jumlah pertumbuhan nilai impor per bulan yang mencapai 7,54% tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah dokumen yang jutru lebih dari dua kali lipatnya yakni 19,03%.

Indikasi itu dikuatkan dengan temuan adanya praktik memecah dokumen yang dilakukan oleh seorang importir barang kiriman. Bahkan, sesuai dengan catatan otoritas kepabeanan, jumlah transaksi yang dilakukan oleh importir tersebut sebanyak 400 kali dalam sehari dengan nilai transaksi sebanyak US$20.311,7.

Selain barang kiriman, belum lama ini Bea Cukai juga mengugkap praktik curang di dalam konsteks barang bawaan. Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan sebanyak 422 penindakan dengan total hak sekitar Rp4 miliar.

Dari 422 kasus tersebut, penerbangan yang paling sering digunakan pelaku jasa titipan antara lain berasal dari Bangkok, Singapura, Hong Kong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia. 75% kasus jasa titipan didominasi oleh barang-barang berupa pakaian, berikutnya kosmetik, tas, sepatu, dan barang-barang yang bernilai tinggi lainnya.

Adapun sejak Bea Cukai menerapkan program anti “splitting” melalui PMK-112/PMK.04/2018 di Oktober 2018, terdapat 72.592 consignment notes (CN) yang berhasil dijaring pada 2018 dengan nilai mencapai Rp4 miliar dan naik pada 2019 sampai dengan September 2019 sebanyak 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp28,05 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper