Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Harga Produsen China turun 1,4 Persen

Data Biro Statistik Nasional (NBS) menunjukkan indeks harga produsen (PPI), yang dijadikan indikator kunci dari profitabilitas perusahaan, turun 1,4% secara tahunan pada November.
Ekonomi China./.Reuters
Ekonomi China./.Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Aktivitas manufaktur yang lamban dari tekanan perdagangan AS dan melemahnya permintaan di dalam negeri telah menekan Beijing untuk merilis lebih banyak stimulus guna meningkatkan ekonominya.

Data Biro Statistik Nasional (NBS) menunjukkan indeks harga produsen (PPI), yang dijadikan indikator kunci dari profitabilitas perusahaan, turun 1,4% secara tahunan pada November.

Ini merupakan penurunan kelima berturut-turut, dari penurunan sebesar 1,6% pada Oktober.

Sebaliknya, harga konsumen naik pada laju tercepat dalam hampir 8 tahun terakhir, sebagian besar didorong oleh lonjakan harga daging babi ketika Demam Babi Afrika memorak-porandakan pasokan ternak babi China.

Namun, inflasi inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi , hanya menunjukkan tekanan moderat.

"Penurunan PP yang lebih ringan pada bulan November dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya mungkin terbantu oleh tanda-tanda tentatif dari peningkatan aktivitas manufaktur, meskipun para ekonom telah mencatat bahwa pemulihan mungkin sulit untuk dipertahankan," seperti dikutip melalui Reuters, Selasa (10/12/2019).

Harga yang lemah terutama terlihat di sektor ekstraksi minyak dan gas dan serat kimia.

Beijing telah meluncurkan serangkaian langkah-langkah untuk mendukung pertumbuhan, termasuk pengurangan suku bunga pasar dan pemuatan obligasi pemerintah daerah senilai 1 triliun yuan dari kuota 2020 ke tahun ini.

Namun pemerintah bersikeras tidak akan merilis stimulus dalam jumlah besar.

Indeks harga konsumen (CPI) naik 4,5% pada November dari tahun sebelumnya, laju tercepat yang terlihat sejak Januari 2012, mengalahkan ekspektasi dari analis sebesar 4,2% dan kenaikan 3,8% pada Oktober.

Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh lonjakan harga daging babi dan daging lainnya yang berkelanjutan setelah Demam Babi Afrika membunuh sebagian besar babi China.

Analis memperkirakan daging babi akan tetap memiliki permintaan tinggi karena China bersiap untuk merayakan Tahun Baru Imlek, periode konsumsi puncak untuk daging tersebut.

Pekan lalu, Kementerian Keuangan China mengumumkan pelonggaran kebijakan untuk pembelian beberapa daging babi dan kedelai AS.

Meningkatnya harga konsumen menambah tantangan bagi pembuat kebijakan yang berlomba untuk memenuhi target pertumbuhan tahunan Beijing, karena ekonomi terbesar kedua di dunia itu melambat ke ujung bawah kisaran 6% -6,5% untuk 2019.

CPI inti untuk November menjadi 1,4%, turun dari 1,5% pada bulan sebelumnya. Untuk tahun penuh 2019, China mengincar target CPI sekitar 3%. CPI pada periode Januari-November tumbuh 2,8%

"Target CPI China untuk tahun 2020 kemungkinan akan dinaikkan dari level default 3%. Ini karena inflasi CPI kemungkinan berada pada kisaran 4%-5% pada awal tahun ini, menggarisbawahi tekanan harga yang berkelanjutan," tulis Goldman Sachs dalam sebuah catatan baru-baru ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper