Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri Luhut : Indonesia Produksi Baterai Litium, Dolar AS di Bawah Rp10.000

Pemerintah optimistis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan mampu berada di bawah level Rp10.000 jika Indonesia mampu meningkatkan nilai tambah produk tambang dengan memproduksi baterai lithium pada 2023.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan./Antara
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah optimistis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan mampu berada di bawah level Rp10.000 jika Indonesia mampu meningkatkan nilai tambah produk tambang dengan memproduksi baterai litium pada 2023.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan saat ini pemerintah telah mulai memproduksi katoda sebagai bahan baku baterai litium di Morowali, Sulawesi Tengah. Saat ini juga sedang dijajaki investasi baterai litium dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).

Luhut menargetkan Indonesia sudah dapat memproduksi baterai litium pada 2023 yang akan mampu bersaing di pasar global. Terlebih lagi, Indonesia memiliki nikel sebagai bahan baku baterai yang dinilai cukup berkualitas dan dengan jumlah yang besar.

"Kita paling oke, apalagi kita sekarang sudah mulai [mengembangkan industri nikel]," katanya, Selasa (10/12/2019).

Menurutnya, ekspor produk penghiliran tambang akan lebih menguntungkan dan mampu menyelamatkan defisit neraca perdagangan daripada hanya mengekspor produk tambang mentah. Apalagi, yang dirugikan dari pelarangan ekspor produk tambang yang belum dimurnikan seperti nickel ore adalah negara tujuan ekspor, bukan Indonesia.

Sebanyak 98% ekspor bijih nikel Indonesia dikirim ke China. Adapun pelarangan ekspor justru mendatangkan investasi ke Indonesia. 

"Industri yang masuk sekarang US$15 miliar sampai US$30 miliar. Sudah ada 12 yang masuk di empat titik akibat policy [pelarangan ekspor] tadi," katanya.

Luhut menjelaskan untuk menunjang investasi baterai litium dan bahan baku katoda, Indonesia tengah menyediakan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kayan dengan kapasitas 1.350 MW yang rencananya memulai groundbreaking pada Agustus 2020.

Pabrik baterai lithium tersebut diharapkan mampu memanfaatkan energi hijau agar sejalan dengan upaya Indonesia beralih dari energi fosil. Penggunaan bahan bakar fosil sebagai energi pembangkitan dinilai tidak tepat pada pabrik yang akan mendorong pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.

"Di Eropa 2045 itu tidak ada mobil fosil, sudah elektrik. Kalau ini yang terjadi, kita harus speed up. Apa yang kita lakukan sekarang adalah untuk generasi selanjutnya. betapa strategisnya yang dilakukan Jokowi," sebutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper