Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rektor UI Ingatkan Risiko Middle Income Trap

Pemerintah diharapkan kreatif menggenjot investasi dalam negeri agar dapat keluar dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap secepat mungkin.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro saat memberikan paparan dalam acara diskusi panel pada gelaran BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020, di Jakarta, Senin (9/12/2019). Bisnis/Fahmi Achmad
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro saat memberikan paparan dalam acara diskusi panel pada gelaran BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020, di Jakarta, Senin (9/12/2019). Bisnis/Fahmi Achmad

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diharapkan kreatif menggenjot investasi dalam negeri agar dapat keluar dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap secepat mungkin.

Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan laju ekonomi yang kerap tumbuh 5% per tahun sejatinya terbilang baik. Apalagi pemerintah dapat menjaga angka inflasi sekitar 3% per tahun dalam menjaga daya beli masyarakat.

Menurutnya, angka pertumbuhan itu pun cukup mentereng bila dibandingkan dengan negara-negara lain di tengah perlambatan ekonomi global. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi ialah pertumbuhan ekspor yang terus menurun akibat selesainya booming komoditas dan mencuatnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

"Pertanyaan apakah kita dapat lebih baik lagi mengingat adanya aspirasi untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap secepat mungkin?" ungkapnya dalam paparan BNI-Bisnis Indonesia Challenges 2020 pada Senin (9/12).

Dia menambahkan dampak perlambatan ekonomi dunia bagi Indonesia ialah neraca dagang ekspor-impor. Pasalnya, pasca-booming komoditi, saat ini neraca dagang masih dapat mencatatkan surplus walaupun transaksi berjalan tetap defisit karena kelemahan di neraca jasa.

Ari mencatat sepanjang 2018 neraca dagang Indonesia mengalami defisit sebesar US$438 juta. Hal itu berbanding terbalik dengan 2017 yang mencatatkan surplus neraca dagang sebesar US$18,81 miliar.

Menurutnya, defisit tahun lalu adalah buntut dari perlambatan perdagangan dunia, sempitnya basis ekspor, turunnya harga komoditi dan tingginya ketergantungan industri Indonesia pada impor input industri.

Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah mampu mendorong pertumbuhan investasi 8%—9% per tahun.

"Untuk mencapai hal itu pun bukan tugas yang mudah kalau dengan cara yang konvensional. Maka itu diperlukan reorganisasi mesin pertumbuhan secara out of the box," ungkapnya.

Ari menambahkan pemerintah harus dapat memaksimalkan potensi kawasan ekonomi khusus seperti di Kendal yang dekat dengan pelabuhan. Dibandingkan dengan Vietnam, lanjutnya, Indonesia memiliki biaya sewa yang lebih murah.

"Seharusnya ini menjadi daya tarik karena investor pun tidak mungkin menaruh semua modalnya di Vietnam," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper