Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengketa Produk Kertas: WTO Menangkan Gugatan Indonesia terhadap Australia

Indonesia berhasil memenangkan gugatan yang dilayangkan ke Australia di panel sengketa  Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), terkait dengan kebijakan negara tersebut menerapkan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk A4 copy paper.

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia berhasil memenangkan gugatan yang dilayangkan ke Australia di panel sengketa  Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), terkait dengan kebijakan negara tersebut menerapkan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk A4 copy paper.

Sengketa antara kedua negara yang telah berlangsung sejak 1 September 2017 tersebut berakhir setelah WTO menerbitkan keputusannya pada Rabu (4/12/2019).

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebutkan WTO menyatakan kebijakan Australia mengenakan BMAD terhadap produk A4 copy paper asal Indonesia, telah melanggar pasal 2.2 dan 2.2.1.1 Perjanjian Antidumping WTO.

 “Kemenangan atas sengketa ini sangat penting, mengingat dampak sistemiknya terhadap tuduhan dumping dari negara lain. Diharapkan putusan dan rekomendasi panel ini dapat meminimalisasi tuduhan serupa ke depannya,” ujar Mendag Agus, seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (5/12/2019).

Dalam keputusan yang diterbitkan WTO tersebut, terdapat beberapa ketentuan dalam perjanjian anti-dumping WTO yang terbukti dilanggar Australia.

Ketentuan itu salah satunnya adalah pasal 2.2. mengenai antidumping WTO, di mana Australia terbutkit telah mengkonstruksi nilai normal produsen kertas foto kopi A4 Indonesia tanpa terlebih dahulu menguji apakah harga penjualan domestik dapat dibandingkan secara layak dengan harga penjualan ekspor.

Selanjutnya, Australia terbukti tidak mematuhi kalimat pertama pasal 2.2 tentang ketentuan antidumping WTO. Pasalnya negara itu tidak mempunyai dasar untuk menggunakan harga ekspor pulp dari Brasil dan Amerika Selatan ke China dan Korea Selatan, serta tidak mengeluarkan profit dari acuan harga pulp yang digunakan.

Ketentuan lain yang dilanggar oleh Australia adalah pasal  2.2.1.1 ketentuan antidumping WTO. Negeri Kanguru dalam hal ini menolak memakai data pembukuan aktual produsen walaupun data dimaksud sudah memenuhi persyaratan GAAP (generally accepted accounting principles) dan secara masuk akal telah merefleksikan biaya sehubungan dengan produksi.

Sementara itu, terkait dengan gugatan Indonesia terhadap temuan adanya kebijakan particular market situation (PMS) di industri kertas Indonesia oleh Otoritas Australia, Panel  WTO memutuskan temuan tersebut belum dapat dibuktikan melanggar Pasal 2.2 Perjanjian Antidumping WTO.

Meskipun demikian, lanjut Mendag Agus, WTO memutuskan terlepas ada atau tidaknya PMS, Otoritas Penyelidikan tetap harus melakukan proper comparison antara harga domestik dan harga ekspor dalam menentukan nilai normal sebagaimana dipersyaratkan Pasal 2.2 Perjanjian Anti-Dumping.

Berdasarkan keputusan tersebut, Panel merekomendasikan Australia untuk melakukan tindakan korektif dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian perhitungan besaran margin dumping yang ditetapkan terhadap produk A4 Copy Paper Indonesia sejak 20 April 2017.

Kendati Australia memiliki hak untuk melakukan banding, Mendag Agus menyebutkan, baik Indonesia maupun Australia sepakat juga untuk tidak melakukan banding ke Badan Banding (Appellate Body) WTO.

“Hal ini mengingat perkembangan kondisi AB WTO saat ini. Indonesia bersama Australia kemudian akan memastikan tahapan selanjutnya, yaitu mengimplementasikan rekomendasi Panel oleh Australia dalam kurun waktu yang akan disepakati bersama,” ujarnya.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana juga memberikan penegasan terhadap keputusan WTO yang memenangkan gugatan Indonesia tersebut.

“Kemenangan ini diharapkan akan mengangkat kembali kinerja ekspor kertas Indonesia ke Australia. Nilai ekspor kertas tersebut menurun dari US$34 juta pada 2016 menjadi US$12 juta pada 2018 akibat pengenaan BMAD oleh Australia sebesar 12,6% sampai dengan 38,6%,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper