Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bakar Uang ala OVO, Beda Persepsi Dua Generasi

Pelepasan saham Grup Lippo di OVO (layanan pembayaran online PT Visionet Internasional) menjadi fenomena menarik, "karena menunjukkan perbenturan persepsi antara new power dan old power," kata Rhenald Kasali.
Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Profesor Rhenald Kasali. JIBI/Bisnis/Akbar Evandio
Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Profesor Rhenald Kasali. JIBI/Bisnis/Akbar Evandio

Pelepasan saham Grup Lippo di OVO (layanan pembayaran online PT Visionet Internasional) menjadi fenomena menarik.

Di mata Pakar bisnis Profesor Rhenald Kasali, di balik fenomena pelepasan saham Lippo di OVO ada sebuah pertarungan menarik antara pemikiran generasi mudaGrup Lippo (oleh Rhenald disebut sebagai new power) dengan generasi pendahulu Lippo (disebut dengan old power).

Di mata old power, segala kegiatan bisnis harus tetap berakar kepada prinsip dasar: mendulang profit dari omzet.

Pemikiran old power itu menjadi sebuah perbenturan paradigma ketika diterapkan kepada sebuah perusahaan baru bidang teknologi informasi, yang terlanjur populer diberi nama startup.

Berikut pemikiran Pakar bisnis Prof Rhenald Kasali dalam melihat fenomena pelepasan saham Lippo di OVO.

Guru besar Universitas Indonesia itu mengingatkan bahwa banyak pengusaha terlibat dalam perang bakar uang tanpa memahami bahwa DNA lawan yang dihadapi berbeda.

“Pengusaha lama yang terganggu ikut-ikutan bakar uang untuk mengimbangi persaingan. Motifnya untuk mempertahankan pelanggan. Padahal business model dan value creation yang terjadi dalam bisnis model lama dengan startup itu sangat berbeda.”

Pemikiran itu dilontarkan Rhenald Kasali di sela-sela sebuah konferensi internasional di Bali awal Juli 2109.

Rhenald menjelaskan bahwa DNA keduanya sangat bertolak belakang dan masing-masing mempunyai struktur, proses bisnis dan manajemen yang berbeda. Pada akhirnya kelincahan gerak dan struktur biayanya membedakan mereka di pasar.

“Basis manajemen pemain-pemain lama itu adalah heavy assets, sangat tangible, controlling, supply-side, skala ekonomis, dan sangat mengandalkan branding. Ini berbeda dengan basis manajemen startup yang light assets, intangibles, orkestrasi ekosistem, data, dan mengandalkan review dan rating.”

Oleh karena itu, lanjutnya, pemain baru memilih jalan mobilisasi ketimbang marketing, dan orkestrasi ketimbang manajemen.

Karena itulah Rhenald mengingatkan sebagian proses bakar uang sudah memasuki tahap stabil dan tak perlu perang-perangan. Itu tampak dalam bisnis transportasi.

Namun pertempuran besar masih bakal terjadi di sektor retail dan e commerce, dan yang berpotensi ricuh ada di sektor keuangan, kesehatan dan pendidikan.

Ia juga mengingatkan, keluhan chairman Lippo terkait strategi bakar uang yang harus dihentikan grup ini dengan menjual sebagian besar sahamnya di OVO sebagai sebuah fenomena baru.

“Saya menyebutnya sebagai pertarungan antara old power vs new power. Bakar uang itu adalah tradisi new power yang sudah dilakukan sejak awal revolusi industri oleh setiap pendatang baru atau pendobrak pasar. Namun hari ini mereka datang dengan strategi long tail. Ekornya yang terlihat dulu tapi panjang sekali, sedangkan sosok hewannya baru kelihatan 10-20 tahun ke depan. Sedangkan old power maunya selalu melihat hewannya dulu, baru ekor pendeknya di belakang. ”

Masalahnya pembakar uang di era startup itu sangat light assets dan bukan dibiayai oleh hutang bank. Jadi kelak di dunia startup akan tampak perbedaan antara EBITDA dengan EAT (pendapatan bersih) yang tidak selisih jauh. “Depresiasi dan interest charges-nya mendekati zero,” ujarnya.

Sebaliknya bagi old power, terkondisi dengan heavy assets dan hutang bank berakibat laporan keuangan sangat cepat terbebani depresiasi dan biaya bunga. Ini saja sudah membuat oldpower nervous dengan strategi bakar uang.

Maka supaya berhasil dalam memasuki era baru, Rhenald menyarankan agar pengusaha paham betul karakter manajemen dunia baru, ubah mindset dan lakukan transformasi mendasar.

"Jangan ikut-ikutan melakukan digitalisasi atau melakukan akuisisi startup sembarangan kalau struktur DNAnya masih old power,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sutarno
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper