Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bulog Siap Perkuat Lini Bisnis Komersial

Perum Bulog akan fokus pada lini bisnis komersial, tahun depan. Strategi tersebut dijalankan seiring berkurangnya ruang bagi Bulog untuk menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP) bagi masyarakat penerima manfaat.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso kala menyampaikan pernyataan pers mengenai mekanisme disposal beras dan rencana bisnis perusahaan pada 2020 di kantor pusat Perum Bulog di Jakarta, Selasa (3/12/2019)./Bisnis-Iim Fathimah Timorria
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso kala menyampaikan pernyataan pers mengenai mekanisme disposal beras dan rencana bisnis perusahaan pada 2020 di kantor pusat Perum Bulog di Jakarta, Selasa (3/12/2019)./Bisnis-Iim Fathimah Timorria

Bisnis.com, JAKARTA — Perum Bulog akan fokus pada lini bisnis komersial, tahun depan. Strategi tersebut dijalankan seiring berkurangnya ruang bagi Bulog untuk menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP) bagi masyarakat penerima manfaat.

Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengemukakan bahwa untuk saat ini, porsi bisnis komersial Bulog hanya mencakup 20% dari total usaha yang dijalankan, sementara 80% sisanya merupakan usaha yang dijalankan dengan skema penugasan pemerintah untuk pengadaan CBP.

Kondisi ini tecermin dari porsi CBP dan beras komersial yang dikelola Bulog. Budi menyatakan jumlah beras yang bisa dilepas ke pasar secara bebas kurang dari 200.000 ton. 

Adapun sisanya merupakan beras yang berstatus CBP dan hanya bisa dilepas melalui mekanisme penugasan seperti penyaluran dalam rangka stabilisasi harga, penyaluran beras untuk bantuan pangan non-tunai (BPNT), dan bantuan bencana alam.

"Bulog akan lebih meningkatkan kinerja komersial melalui penjualan komoditas pangan melalui kanal daring dan offline, kami juga akan melakukan optimalisasi aset dan penguatan lini bisnis," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/12/2019). 

Ke depan, Budi mengharapkan Bulog akan mengubah porsi bisnis menjadi 50% untuk beras komersial dan 50% lainnya untuk penugasan CBP. Kendati demikian, dia menegaskan bahwa rencana ini bakal berjalan mulus apabila pemerintah dapat mengakomodasi perubahan sejumlah regulasi, khususnya dari sisi hulu.

Dia pun mengusulkan sebuah skema dalam menunjang kinerja Bulog dalam pengadaan CBP. Menurutnya, pemerintah perlu menyatakan kebutuhan CBP dengan menyertakan anggaran sejak awal. 

Dengan demikian, perusahaan pelat merah tersebut hanya perlu menjalankan tugas pengelolaan dan perawatan tanpa harus dipusingkan dengan bunga bank komersial.

Penyertaan ini dinilainya penting. Pasalnya, sejauh ini Bulog menjalankan pengadaan CBP dengan dana pinjaman dari perbankan. 

Budi mengemukakan porsi komersial yang hanya 20% membuat perusahaan kesulitan menutupi beban bunga berjalan untuk pengadaan beras CBP. Hal ini diperkeruh pula dengan terbatasnya ruang Bulog dalam mendistribusikan CBP sejak pemerintah menghentikan program beras sejahtera (rastra) yang penyalurannya dipegang Bulog secara penuh.

“Kami berharap sudah ada keputusan Menkeu bahwa CBP itu merupakan beras yang dijamin penggantiannya oleh negara. Pemerintah saat ini sudah menyiapkan Rp2,5 triliun untuk pengadaan CBP, kalau dikonversi jumlah tersebut setara dengan 250.000 ton beras. Jika aturannya demikian, maka Bulog berharap hanya diwajibkan menyerap beras untuk CBP sebanyak 250.000 ton,” papar sosok yang akrab disapa Buwas itu.

Berangkat dari asumsi tersebut dan kapasitas penyimpanan gudang Bulog yang mencapai 3 juta ton, Budi mengemukakan Bulog akan menyerap beras di luar kewajiban CBP sesuai mekanisme pasar dan tidak tergantung pada harga pembelian pemerintah (HPP) yang tercantum dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015.

Dalam hal pemerintah membutuhkan CBP dengan kuantitas yang lebih banyak, Budi mengusulkan agar beras komersial dilepas sesuai harga acuan untuk stabilisasi harga. Selisih antara harga beli dan harga jual untuk penugasan disebutnya akan diganti oleh pemerintah. 

Lebih lanjut, pihaknya meyakini bahwa perubahan mekanisme bisnis Bulog tidak akan mengurangi peran Bulog sebagai stabilisator harga. Jika nantinya kebutuhan CBP hanya dipatok di angka 250.000 ton, dia memastikan hal tersebut tidak akan mengurangi volume penyerapan gabah petani. 

"Kami akan tetap serap gabah, tapi porsinya akan lebih banyak dengan mekanisme komersial, jadi harga penyerapan sesuai pasar. Tidak apa-apa, kami akan bersaing dengan pedagang lainnya," kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper