Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masyarakat IHT : Simplifikasi Rokok Tak Cocok Diterapkan di Indonesia

Masyarakat Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional menyebutkan pemerintah berkewajiban melindungi keberadaan dan keberlangsungan industri rokok nasional yang menyerap tenaga kerja dan tembakau lokal yang banyak.

Bisnis.com, JAKARTA  - Masyarakat Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional menyebutkan pemerintah berkewajiban melindungi keberadaan dan keberlangsungan industri rokok nasional yang menyerap tenaga kerja dan tembakau lokal yang banyak.

Selain itu, menurut dia pemerintah juga berkewajiban melindungi perekonomian bangsa. Sementara penerapan Simplifikasi lebih mengarah monopoli dan persaingan usaha di tidak sehat sekaligus mematikan industry rokok nasional .

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar dan Ketua Asosiasi Petani Tenbakau Indonesia wilayah Jawa Barat (APTI Jabar) Suryana seperti dikutip dari siaran persnya.

“Pemerintah harus lebih bijaksana dalam membuat maupun mengadopsi kebijakan. Yang Penting kita memberikan pemahaman dan masukan kepada pemerintah. Kalau pemerintah menerapkan simplifikasi ini loh dampaknya. Jadi jangan memaksakan untuk menerapkan simplifikasi,” ujar Sulami Bahar.

Menurut kami kalau simplifikasi diterapkan di Indonesia itu tidak cocok, tidak pas sama sekali mengingat kondisi industri pabrik rokok di Indonesia itu heterogen. Ada perusahaan atau pabrik rokok yang golongan kecil, ada yang menengah dan ada juga yang besar. Jadi simplifikasi kurang pas diterapkan di Indonesia,” Papar Sulami Bahar

Menurut Sulami Bahar, sistem penarikan cukai yang ada saat ini, yang terdiri dari 10 tier, sudah dirasa cukup adil. Karena tidak menyamakan antara sigaret kretek tangan dengan sigaret kretek mesin. Antara perusahaan rokok besar dengan perusahaan rokok kecil.

Dia berpendapat selama ini apa yang sudah diterapkan oleh pemerinth ini sudah pas banget untuk kondisi pabrik rokok di Indonesia. Menjadi tidak pas kalau simplifikasi tarif cukai diterapkan di Indonesia. Mengingat kondisi dari IHT di Indonesia itu heterogen bukan homogen. Kemampuannya kan beda beda ada golongan kecil ada golongan menengah ada golongan atas.

"Nah kalau disimplifikasikasi, kasihan pabrik rok yang kecil kecil, yang bawah bawah, masak harus bayar cukai sama besarnya dengan perusahaan rokok besar. Simpligfikasi cukai menjadikan persaingan di industri rokok di tanah air tidak fair. Perusahaan rokok kecil di daerah harus membayar cukai sama besarnya dengan yang dibayar oleh perusahaan rokok besar dari luar negeri pula. Pabrik pabrik rokok kecil di daerah bisa mati. Nanti kalau jadi seperti itu akhirnya harga rokok menjadi sangat melambung dan daya beli konsumen tidak menutupi. akhirnya larinya ke rokok yang murah atau illegal,” papar Sulami.

Ditambahkan Sulami Bahar, Pihak Gapero baik pusat maupun daerah sendiri sejak awal menolak dari siapapun ide simplifikasi. Sebab, Simplifiikasi akan mematikan ratusan pabrik rokok di daerah daerah yang menjadi anggotanya. Setelah pabrik rokok di berbagai daerah, maka industry rokok akan dikuasai oleh perusahaan besar, yang berarti akan terjadi monopoli dan oligopoly.

Monopoli atau oligopoly bertentangan dengan undang-undang anti persaingan usaha tidak sehat. Karena itu siapapun yang mendesak pemerintah menerapkan simplifikasi, harus ditolak.

“Kalau usulan untuk simplifikasi dari dulu kami tidak seuju. karena kalau simplifikasi itu diterapkan banyak pabrik pabrik rokok bergelimpangan, terutama pabrik pabrik rokok kecil. Kami dengan tegas menyampaikan bahwa kami tidak setuju dan tidak sepaham dengan pemikiran dari direktur perusahaan rokok asing tersebut,” tegas Sulami Bahar.

Sependapat dengan Sulami Bahar Ketua APTI wilayah Jawa Barat Suryana berpendapat, jika pemerintah menerapkan simplifikasi penarikan cukai, akan semakin memperberat industry hasil tembakau. Setelah pemerintah menaikan Cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran sebesar 35 persen, kini ada usulan menerapkan melakukan simplifikasi cukai dengan alasan untuk penyederhanaan, maka akan merusak perekonomian nasional.

“Yang menjelimet itu kenaikan cukai jauh di atas angka inflasi. Sebesar 23 persen Itu jelimet dan memberatkan pelaku industry hasil tembakau. Bukan hanya pabrik rokok yang berat, masyarakat petani tembakau juga kena dampaknya. Sebab, dengan kenaikan cukai rokok dan harga jual eceran yang besar, sampai 35 persen, maka pembelian tembakau oleh pabrik rokok ke petani tembaku jadi makin berkurang. Kalau pembelian tembakau ke petani tembakau jauh berkurang, memberatkan ekoomi masyarakat petani tembakau yang ada di desa desa. Sementara di kota kota, pabrik pabrik rokok tutup, juga mematikan perekonomian masyarakat kota,” Papar Ketua APTI Jawa Barat Suryana.

Baik Suryana maupun Sulami Sepakat, pemerintah harus hati hati dalam menerapkan kebijakan. Bukan hanya memenuhi permintaan kelompok pemilik pabrik rokok besar apalagi dari luar negeri, tapi juga harus memperhatikan nasib dan kesejahteraan pemilik, buruh pabrik rokok kecil. Termasuk nasib dan kesejahteraan petani tembakau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper