Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kesadaran Pelaku Ekonomi Kreatif Soal Hak Cipta Perlu Ditingkatkan

Kesadaran tentang hak cipta di Indonesia masih cukup rendah. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus-kasus pembajakan hak cipta atau plagiarisme yang terjadi akhir-akhir ini.
repro dgip.go.id
repro dgip.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Kesadaran tentang hak cipta di Indonesia masih cukup rendah. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus-kasus pembajakan hak cipta atau plagiarisme yang terjadi akhir-akhir ini.

Belum lama ini, media sosial cukup ramai dengan terbongkarnya konten video yang diunggah oleh YouTuber Calon Sarjana. Akun tersebut dituding melakukan pencurian konten oleh YouTuber asal Inggris @JTonYouTube atau biasa disapa JT.

Pencurian konten itu dibongkar oleh JT pada pekan lalu, Rabu (6/11/2019), dengan mengunggah foto untuk membuktikan bahwa videonya yang berjudul this is the new #1 YouTube Channel (Parlophone Records) dicuri oleh Calon Sarjana untuk diunggah lagi di YouTube dengan judul Parlophone Records, Channel YouTube No #1 yang mengalahkan T-Series.

Beberapa pekan sebelum kasus yang melibatkan Calon Sarjana, masalah serupa juga terjadi pada selebgram Awkarin. Masalah berawal ketika Awkarin dituding menggunakan ilustrasi milik ilustrator asal Banddung tanpa izin.

Selain dua kasus tersebut, masalah pencurian hak cipta juga banyak terjadi sepanjang 2019 yang melibatkan musisi, minimarket hingga rumah produksi film.

Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Kemenparekraf Ari Juliano Gema mengatakan, masalah penggunaan karya orang lain memang masih rentan di Indonesia. Sebab itu, jika ingin menggunakan karya orang lain, seseorang harus meminta izin dari pencipta atau pemegang hak ciptanya baik untuk kegiatan komersil maupun non komersil.

“Intinya, apabila seseorang menggunakan ciptaan orang lain, dia harus minta izin dari pencipta atau pemegang hak ciptanya, termasuk gambar/foto di medsos. Namun,  apabila memang tidak untuk kepentingan komersil, maka bisa dengan mencantumkan sumber atau nama pencipta/pemegang hak ciptanya,” kata Ari kepada Bisnis.com belum lama ini.

Ari mengatakan, mengacu pada Undang-Undang No.28/2014 tentang Hak Cipta Pasal 113, masalah penggunaan karya/hak cipta tanpa izin dari creator bisa masuk dalam unsur pidana. Sebab, hal itu jelas berdampak buruk atau merugikan penciptanya.  Tetapi, unsur pidana itu bisa ada jika si pemilik karya mengadukan ke polisi.

“Sekarang harus dilihat, apakah penggunaan itu untuk kepentingan komersil. Kalau memang benar untuk kepentingan komersil, apakah pencipta atau pemegang hak cipta mau mengadukannya ke polisi? Karena tanpa ada pengaduan, tidak bisa polisi melakukan tindakan hukum. Itu karena tindak pidana hak cipta adalah delik aduan.”

Anggota komisi X DPR Ledia Hanifa mengatakan bahwa selama ini peran pemerintah dalam melindungi pelaku ekonomi kreatif belum maksimal.

Dalam hal ini, dia mencontohkan salah satu persoalan yang sering dikeluhkan oleh para pelaku industri ekonomi kreatif adalah ketiadaan penghargaan dan perlindungan atas hak cipta karyanya.

“Persoalan yang ada selama ini di sektor industri kreatif adalah belum tampaknya pengayoman dan perlindungan yang maksimal kepada para produsen, pencipta serta karya ekonomi kreatif terutama dari sisi hukum,”kata Ledia.

Sementara itu, pakar hak cipta dari UPH Jakarta Henry Sulistyo mengatakan, sebetulnya pemahaman masyarakat tentang hak cipta sudah cukup memadai. Saat ini banyak masyarakat yang sudah mengerti tentang plagiarisme sehingga. Hal ini dikarenakan banyaknya sosialisasi maupun efek dari penegakan hukum yang bikin jera.

“Sudah memadai pemahaman masyarakat kita, baik karena hasil dari sosialisasi maupun dari efek penegakan hukum yang bikin jera dan menciptakan daya cegah di masyarakat,” kata Henry.

Henry menilai masih adanya beberapa kasus plagiarisme tak serta merta mewakili potret kesadaran hukum masyarakat.  Sebab, pemerintah sudah banyak melakukan seminar hingga sosisalisasi tentang hak cipta dan hak kekayaan intelektual sejak 30 tahun silam.

Di samping itu, banyaknya tulisan di sosial media hingga jurnal ilmiah tentang hak cipta juga menjadi pertanda banyaknya masyarakat yang sudah paham mengenai hal tersebut.

“Kalau masih ada satu dua orang yang melakukan pelanggaran hak cipta, kiranya hanya karena dua alasan. Dia memang tidak tahu atau tahu tapi sengaja mengabaikan hukum, tidak menghormati hak orang lain, tidak menghargai etika dan tidak patuh pada hukum. Jadi memang ini ulah orang yang tidak patuh pada hukum, tidak menghormati hak cipta orang lain dan tidak menghargai jerih payah orang yang berkarya.”

Musisi sekaligus pegiat ekonomi kreatif Anang Hermansyah mengatakan plagiarisme atas hak cipta Indonesia memang masih tinggi. Sebab itu, perlu ada ekstra perhatian dan kerjasama dari pemerintah, swasta, hingga pelaku industri kreatif. Menurutnya, masalah hak  cipta bukanlah masalah sepele yang bisa diselesaikan oleh satu pihak.

“Butuh pemahaman komprehensif lintas sektoral, banyak pihak untuk menahan IP [Intellectual Property]. Kita butuh kerjasama tim baik dari swasta, pemerintah,” kata Anang.

Di sisi lain,  musisi sekaligus pegiat ekonomi kreatif Anang Hermansyah berharap adanya penegakan hak cipta dan royalti bagi pelaku industri kreatif termasuk industri musik di Indonesia.

Menurutnya, perlu juga ada pembaharuan dalam UU No.28/2014 tentang Hak Cipta. Sebab, undang-undang tersebut lebih banyak membahas tentang musik dan belum mengakomodir semua karya kreatif saat ini.

“Tapi balik lagi ke political will, bagaimana pemerintah akan mengatasi masalah hak cipta ini.”

Terkait dengan industri musik, dia menilai kinerja industri musik dalam beberapa tahun terakhir mengalami stagnasi. Data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengungkapkan sektor musik hanya mampu berkontribusi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 0,48%.

“Padahal banyak sektor yang menggunakan musik. Artinya musik Indonesia banyak bocornya, harusnya pendapatan musik besar,” kata Anang.

Karena itu, dirinya berharap sejumlah sub sektor kreatif seperti musik, pertunjukan serta perfilman dapat naik di angka 1% dalam berkontribusi di PDB. “Saya berharap di periode kedua Pak Jokowi dapat mengangkat subsektor kreatif yang selama 5 tahun terakhir tidak sampai 1%.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper