Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Praktik Dumping Makin Marak, Indonesia Rugi US$228,33 Juta

Maraknya aksi dumping yang dilakukan oleh sejumlah negara mitra dagang, membuat Indonesia diperkirakan mengalami kerugian hingga US$228,33 juta sejak paruh kedua tahun lalu dan terancam mengalami efek negatif lain.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Maraknya aksi dumping yang dilakukan oleh sejumlah negara mitra dagang, membuat Indonesia diperkirakan mengalami kerugian hingga US$228,33 juta sejak paruh kedua tahun lalu dan terancam mengalami efek negatif lain.

Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Bachrul Chairi mengatakan perkiraan nilai kerugian yang dialami RI dari sisi impor akibat praktik dumping tersebut, diperoleh dari  inisiasi penyelidikan yang dilakukan otoritasnya kepada beberapa produk sepanjang Januari--Oktober 2019.

Produk-produk tersebut adalah baja lapis aluminium dan seng (BJLAS), biaxially oriented polypropylene (BOPP), biaxially oriented polyethylene terepthalate (BOPET), dan cold rolled stainless steel (CRS). Perkiraan nIlai kerugian tersebut diperoleh dari impor yang dilakukan pada produk-produk itu sepanjang Agustus 2018--Agustus 2019.

“Tidak hanya berhenti di kerugian secara nilai impor saja. Kerugian lain juga diderita industri dalam negeri kita seperti berkurangnya tenaga kerja, hilangnya pendapatan perusahaan, kebangkrutan hingga deindustrialisasi terhadap beberapa sektor industri yang terdampak,” katanya, ketika dihubungi Bisnis.com, Minggu (3/11/2019).

Dia mengatakan adanya nilai kerugian dari sisi impor akibat praktik dumping negara lain tersebut, salah satunya disebabkan oleh tidak adanya penyelidikan antidumping yang diinisiasi RI pada tahun lalu. Akibatnya, Indonesia hanya bergantung pada sejumlah kebijakan antidumping yang telah diberlakukan pada beberapa tahun lalu.

Untuk itu, Bahcrul menyebutkan, KADI akan lebih agresif dalam menggelar inisiasi baru untuk menyelidiki praktik dumping yang dilakukan oleh mitra dagang RI pada tahun ini.  Hal itu tercermin melalui adanya tiga inisiasi penyelidikan anti-dumping baru yang diinisasi oleh KADI, dari total lima inisiasi penyelidikan yang digelar pada tahun ini.

Dia meyakini, hal tersebut akan membantu mengurangi tekanan yang dialami oleh Indonesia dari praktik dagang yang curang dari negara mitranya. Menurutnya, sejak terjadi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, praktik dumping mulai marak dilakukan oleh sejumlah negara terhadap produk-produk yang dieskpornya.

China menjadi negara yang paling sering ditemui olehnya, melakukan praktik dumping terhadap produk yang diekspornya ke Indonesia. Praktik dumping yang dilakukan Negeri Panda tersebut, menurutnya, tergolong sangat berat yakni menggunakan praktik predatorty pricing.

“Kalau predatory pricing ini dibiarkan, maka jangan heran kalau ancaman terjadinya deindustrialisasi di negara kita bisa makin nyata dan meningkat. Dampaknya tentu akan menjalar ke banyak hal, seperti berkurangnya iklim investasi domestik, pengurangan lapangan kerja hingga ketergantungan impor,” katanya.

Dia pun mengimbau kepada pelaku usaha di Indonesia aktif melaporkan dugaan kerugian yang dialaminya akibat praktik dumping yang dilakukan oleh negara lain. Hal itu, menurutnya dibutuhkan oleh KADI untuk menyusun rekomendasi dan inisiasi penyelidikan antidumping secara cepat dan akurat.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan pengusaha RI harus lebih proaktif untuk melaporkan dugaan dumping yang dilakukan oleh produk pesaingnya dari negara lain. Menurutnya, pasifnya pengusaha RI dalam melaporkan dugaan praktik dumping oleh negara lain, menjadi salah satu celah bagi eksportir dari negara lain melakukan aktivitas perdagangan ilegal tersebut.

“Kalau sudah ada komitmen dari KADi untuk lebih agresif melakukan penyelidikan, tentu pengusaha kita harus aktif juga. Saya menduga, beberapa tahun lalu tidak banyak pengusaha yang melaporkan ke pemerintah karena mereka merasa pemerintah lambat dalam menindaklanjuti laporannya,” katanya.

Dia pun meminta agar KADI dan pengusaha Indonesia memperkuat pola komunikasinya dalam membendung praktik dumping yang dilakukan oleh negara lain. Pasalnya, dia menilai, kerugian di sisi impor hingga US$228,33 juta akibat praktik dumping negara lain, merupakan angka yang sangat besar.

“Kita saat ini sedang berupaya mengontrol impor untuk menekan kerugian dari defisit neraca perdagangan. Namun, upaya tersebut akan mubazir kalau ternyata ada praktik dumping yang tidak terdeteksi dari negara lain,” katanya.

Di sisi lain, dia juga meminta pengusaha Indonesia untuk memperbaiki daya saing produknya, terutama dari sisi harga jual produknya. Pasalnya, dia melihat beberapa produsen Indonesia tidak segera memperbaiki daya saing produknya kendati pemerintah telah memberlakukan kebijakan antidumping.

Akibatnya, konsumen di dalam negeri yang menjadi korban lantaran harus membeli produk yang diproduksi produsen dalam negeri dengan harga yang relatif mahal.

Di sisi lain, Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Anton Sihombing mendukung upaya pemerintah untuk lebih agresif dalam melakukan kebijakan antidumping. Langkah tersebut, menurutnya diperlukan untuk menjaga iklim berusaha dan perdagangan Indonesia.

“Kita harus belajar banyak dari beberapa negara, seperti Turki contohnya. Mereka sangat agresif melindungi produk dalam negerinya dengan safeguard ataupun bea masuk antidumping. Efeknya, importasi di negara tersebut sifatnya sangat produktif dan bukan menjadi musuh bagi industri dalam negeri,” katanya.

Dia mengatakan importir di Indonesia sering kali dituding menjadi salah satu biang keladi meningkatnya importasi produk yang diberlakukan dumping oleh negara lain. Untuk itu, dia meminta adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah terkait dengan pengendalian impor melalui ketentuan antidumping.

“Banyak importir kita yang tidak memahami secara detail apakah produk yang dijualnya dikenai dumping oleh produsen dari negara asalnya. Untuk mengetahuinya, tentu harus ada pembuktian bahwa produk tersebut dikenai dumping atau tidak. Pemerintah harus hadir dalam kondisi seperti ini,” ujarnya.

Kepala Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, praktik dumping merupakan salah satu ancaman bagi negara berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Negara seperti Indonesia acap kali terlambat menyadari adanya praktik dumping yang dilakukan atas produk yang diimpornya, sehingga kerugian yang dialami cukup besar.

“Kuncinya ada pada komunikasi yang baik antara pengusaha dan pemerintah. India menjadi contoh bagaimana mereka sangat cepat merespons adanya dugaan dumping terhadap produk yang diimpornya melalui komunikasi yang baik antara pengusaha dan pemerintah,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper