Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Upah Minimum 2020 Tak Jelas, 274 Perusahaan Garmen di Ujung Tanduk

Sebanyak 274 perusahaan garmen yang mempekerjakan 258.882 pekerja di 10 kabupaten/ kota di Jawa Barat berada di ujung tanduk akibat belum ada kejelasan peraturan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum sektor provinsi (UMSP) khusus industri tekstil dan produk tekstil pada 2020.
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, BANDUNG - Sebanyak 274 perusahaan garmen yang mempekerjakan 258.882 pekerja di 10 kabupaten/ kota di Jawa Barat berada di ujung tanduk akibat belum ada kejelasan peraturan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum sektor provinsi (UMSP) khusus industri tekstil dan produk tekstil pada 2020.

Adapun, 10 kabupaten/ kota tersebut antara lain Kabupaten Subang, Bekasi, Kabupaten Purwakarta, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi.

Di beberapa kota tersebut, industri produk tekstil kesulitan membayar upah pekerja seiring dengan kenaikan upah minimum kabupaten/Kota (UMK) yang cukup tinggi mengikuti formula ketentuan di dala Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015.

Ketua Apindo Bogor Nanda Iskandar menuturkan perusahaan garmen pada tahun lalu mendapatkan SK Gubernur yang telah menerbitkan empat surat keputusan Upah Minimum Sektoral Kota Kabupaten (UMSK) 2019.

"Kami tidak tahu apakan pada 2020 bisa mendapatkan SK tersebut atau tidak, makanya diadakan Rembug Regional II untuk meminta kepastian pemerintah," kata Iskandar dalam konferensi pers Rembug Regional II Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPPTPJB), Senin (28/10/2019).

Sayangnya, industri garmen / produk tekstil justru mendapatkan sinyal berbeda dari Gubernur Jawa Barat yang lebih menginginkan agar industri di daerah yang upah minimumnya tinggi agar melakukan relokasi ke wilayah-wilayah seperti Cirebon, Indramayu dan Majalengka.

Pengusaha garmen melihat relokasi buka solusi yang pas. Pasalnya, perusahaan harus merumahkan pekerja dan pindah mencari pekerja baru dengan kemampuan setara.

"Sebanyak 258.000 lebih karyawan ini mau di kemanakan kalau kita relokasi. Ini yang menjadi pemikiran kami," ungkap Iskandar.

Sejak 2016 hingga 2019, upah minimum di sektor padat karya seperti tekstil selalu menjadi persoalan. Tahun lalu, PPPTPJB bersyukur Gubernur Jawa Barat dan beberapa bupati dan wali kota memberikan keleluasaan melalui UMSP dan Upah Minimum Sektor Kabupaten / Kota (UMSK).

Untuk tahun 2020, PPPTPJB berharap pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota bersedia menerbitkan Upah Minimum Provinsi Khusus (UMPK) atau Upah Minimum Khusus Provinsi Tekstil dan Produk Tekstil (UMKPTPT).

Ketua PPPTPJB Alex Santoso yang memiliki usaha tekstil dan produk tekstil di Majalaya mengungkapkan sektor TPT memang sudah berada dalam kondisi yang buruk selama beberapa tahun terakhir. Antara industri produk tekstil dan tekstil, solusi perbaikannya berbeda.

Alex mengakui pengupahan menjadi solusi bagi industri produk tekstil atau garmen. Sebenarnya, dia mengungkapkan pemerintah melalui Kemenaker RI telah menyurati gubernur seluruh Indonesia.

Menurut Alex, isi surat ini dapat menolong industri padat karya.

Surat edaran tertanggal 15 Oktober 2019 dengan nomor B-M/308/H1.01.00/X/2019, menekankan beberapa poin penting. Namun, Alex menuturkan ada dua poin yang dapat membantu.

Pertama, gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2020 sesuai dengan PP No.78 Tahun 2015, selambat-lambatnya pada 21 November 2019.

Kedua, gubernur dapat tidak wajib menetapkan Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) untuk kabupaten atau kota yang mampu membayar upah minimum lebih tinggi dari UMP.

"Artinya jika pemerintah pada tahun ini saja bisa menetapkan UMP, maka ini bisa jadi solusi bagi sektor produk tekstil karena tidak ada UMK," kata Alex.

Alhasil, perusahaan dapat melakukan perundingan bipartit dengan karyawan. Dia menilai solusi ini lebih sehat dan lebih adil bagi kedua pihak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper