Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Manfaatkan RCEP untuk Muluskan Ekspor CPO ke India

Indonesia akan memanfaatkan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk mengikat persamaan perlakuan secara tarif oleh India terhadap CPO asal RI dan Malaysia.
Pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia./Reuters-Samsul Said
Pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia./Reuters-Samsul Said
Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia akan memanfaatkan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk mengikat persamaan perlakuan secara tarif oleh India terhadap CPO asal RI dan Malaysia.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan RCEP menjadi solusi agar minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya asal Indonesia, mendapatkan bea masuk yang sama dengan Malaysia secara permanen di India. 
Pasalnya, dengan adanya kerja sama perdagangan bebas bilateral antara Malaysia dan India, CPO dan produk turunannya dari Negeri Jiran berpeluang mendapatkan bea masuk yang lebih rendah dibandingkan dengan  Indonesia.
“Saat ini, bea masuk CPO Indonesia dan Malaysia di India sudah disamakan. Namun, dengan adanya perjanjian dagang bilateral  India-Malaysia, bea masuk CPO dari Malaysia sewaktu-waktu bisa diturunkan lagi oleh India. Kondisi ini yang coba kita antisipasi dengan berusaha mengikat komitmen di RCEP,” katanya, Kamis (24/10/2019).
Selain itu, dalam proses perundingan RCEP, Indonesia juga berupaya melobi adanya penurunan bea masuk terhadap CPO dan turunannya di India. Langkah tersebut menurutnya dibutuhkan untuk mengurangi beban eksportir Indonesia dalam mengakses pasar Negeri Bollywood.
Adapun, saat ini  produk CPO asal Indonesia dan Malaysia sama-sama dikenai bea masuk 40%, sementara itu untuk produk turunan CPO dikenai tarif 50% mulai September 2019. Sebelumnya dalam perjanjian Malaysia-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (MICECA) bea masuk produk turunan CPO dari Malaysia  ditetapkan sebesar 45%.
Keputusan India menaikkan bea masuk produk turunan CPO asal Malaysia disebabkan adanya lonjakan impor komoditas tersebut sejak awal tahun. Para pengusaha minyak nabati domestik India menuding, kenaikan impor produk turunan CPO dari Malaysia disebabkan oleh MICECA.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kanya Lakhsmi mengatakan, langkah yang ditempuh pemerintah sangat tepat. Pasalnya, Indonesia perlu memiliki payung kerja sama dagang internasional dengan India yang mampu mengimbangi MICECA.
“Memang di RCEP, Malaysia juga ikut serta. Namun dengan adanya RCEP kita bisa memasukkan poin-poin kesepakatan dan manfaat dari India yang selama ini hanya bisa dinikmati oleh Malaysia melalui MICECA,” katanya.
Kendati demikian dia meminta pemerintah tetap memperkuat lobi-lobi dagangnya dengan India, untuk mengurangi hambatan nontarif. Dia mengatakan Indonesia kalah dengan Malaysia dalam memanfaatkan lobi-lobi dagang di luar topik mengenai tarif.
Hal itu menurutnya akan berdampak kepada permintaan CPO dan produk turunannya asal Indonesia oleh India. Adapun India merupakan pasar utama bagi RI untuk mengekspor CPO dan produk turunannya.
“Malaysia itu pendekatannya sangat baik kepada India. Pemerintahnya ikut melobi asosiasi-asosiasi importir CPO dan perusahaan minyak nabati lain di India. Saya khawatir, persamaan bea masuk Indonesia dan Malaysia bisa berubah sewaktu-waktu, menjadi lebih rendah untuk Malaysia,” katanya.
Untuk itu dia meminta agar lobi-lobi dagang di terhadap pelaku usaha di India juga menjadi fokus utama bagi pemerintah. Sebab selama ini lobi-lobi kepada pelaku usaha di sektor yang berkaitan dengan CPO dan produk turunannya di India, lebih banyak dilakukan oleh pengusaha Indonesia.
“Kita juga jangan alergi untuk membuka impor dari India. Selama produk yang diminta oleh India tidak mengancam produk dalam negeri kita, saya rasa tidak masalah. Sebab India ini gaya perdagangan internasionalnya berbeda dengan negara-negara lain,” katanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper