Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBN 2020 : Optimalisasi Belanja dan Diversifikasi Sumber Pajak Perlu Dilakukan

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi pada Selasa (22/10/2019) mengatakan ada sejumlah jalan yang dapat ditempuh pemerintah untuk memaksimalkan belanja negara di tengah transisi pemerintahan.
Presiden Joko Widodo mengambil sumpah jajaran menteri dalam rangkaian pelantikan Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019)./Antara
Presiden Joko Widodo mengambil sumpah jajaran menteri dalam rangkaian pelantikan Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Guna mencapai proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 pada kisaran 5,2% hingga 5,5%, optimalisasi belanja negara serta upaya diversifikasi sumber pajak perlu dilakukan.

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi pada Selasa (22/10/2019) mengatakan ada sejumlah jalan yang dapat ditempuh pemerintah untuk memaksimalkan belanja negara di tengah transisi pemerintahan.

Salah satu upaya yang perlu lebih digiatkan adalah meningkatkan belanja modal Indonesia. Ia memandang selama ini belanja modal yang dilakukan pemerintah belum maksimal.

Data Kementerian Keuangan mencatat per Agustus 2019, belanja modal di seluruh kementerian/lembaga baru terealisasi sebanyak 33,3% dari pagu anggaran atau Rp63 triliun dari anggaran Rp189,3 triliun.

Ia mengatakan, belanja modal di seluruh instansi harus lebih digiatkan sejak pergantian kewenangan di lingkungan pemerintahan.

"Belanja jenis ini [belanja modal] memang sifatnya produktif, jadi bisa berdampak baik untuk Indonesia," jelas Yusuf.

Lebih lanjut, Yusuf juga mengusulkan pemerintah untuk lebih banyak melakukan belanja bunga utang. Hal ini dapat dilakukan dengan memperdalam pasar keuangan negara.

Pengeluaran instrumen seperti surat berharga negara (SBN) ritel dinilai sebagai langkah positif untuk mendorong pembiayaan yang lebih murah untuk APBN.

"Pembiayaan yang dikuasai domestik akan membuat Indonesia lebih kuat terhadap volatilitas global," lanjutnya.

Pendalaman pasar keuangan Indonesia akan menekan imbal hasil (yield) pada angka yang lebih rendah. Bunga utang yang bersifat tidak produktif ini nantinya bisa disalurkan ke bentuk-bentuk belanja lain seperti belanja bantuan sosial, belanja modal, dan lainnya.

"Pasar keuangan Indonesia sebenarnya sudah cukup baik dari sisi kedalaman. Yang perlu lebih ditingkatkan adalah awareness masyarakat terhadap produk-produk ini," lanjutnya.

Sementara itu pada sisi penerimaan, optimalisasi data yang didapat melalui Automatic Exchange of Information (AEOI) perlu dilakukan. Menurutnya, pada data-data tersebut Indonesia dapat mengumpulkan lebih banyak wajib pajak dan mempermudah proses tracking bila ada wajib pajak yang "bandel".

"Dari Dirjen Pajak sendiri juga mengatakan penggunaan data dari AEOI akan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak. Penindakan terhadap pelanggaran pajak juga perlu ditingkatkan," lanjut Yusuf.

Selain itu, rencana pemerintah untuk melakukan diversifikasi sumber pajak perlu dilakukan secepat dan seefisien mungkin. Hal ini, ungkapnya, dapat menambah penerimaan dari sektor-sektor yang sebelumnya belum dikenai pajak, contohnya e-commerce.

Yusuf juga mengingatkan pemerintah untuk tidak lupa melakukan intensifikasi penerimaan pajak dari sektor yang sudah ada tetapi belum maksimal. Salah satunya ialah Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi nonkaryawan pada Pasal 25.

Merujuk pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020, pemerintah pada tahun depan menargetkan rasio penerimaan pajak mencapai 10,57% hingga 11,18%.

Selanjutnya, pemerintah juga menargetkan peningkatan kualitas belanja negara dengan meningkatkan belanja modal menjadi 1,43% hingga 1,58% pada 2020 dari 1,18% pada 2019 serta menekan subsidi energi dari 0,99% dari PDB pada 2019 menjadi 0,82% hingga 0,83% pada 2020.

Keseimbangan primer juga ditargetkan berada pada angka surplus yakni sebesar 0% hingga 0,23% dari PDB, lebih baik dari keseimbangan primer pada 2019 yang diproyeksikan mengalami defisit sebesar 0,13% dari PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper