Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mesin Lama Masih Produktif, POLY Belum Mau Peremajaan

Prama mengatakan tingkat utilitas pabrikan saat ini berada di level 80 persen. Adapun, biaya produksi yang digunakan saat ini masih lebih tinggi 8 persen — 10 persen dibandingkan dengan mesin terbaru.
Pabrik serat stapel memiliki kapasitas tahunan 195.000 MT dan terdiri dari 9 jalur pemintalan langsung, 1 jalur ekstruder, dan 8 jalur serat. /Asia Pacific Fibers
Pabrik serat stapel memiliki kapasitas tahunan 195.000 MT dan terdiri dari 9 jalur pemintalan langsung, 1 jalur ekstruder, dan 8 jalur serat. /Asia Pacific Fibers

Bisnis.com, JAKARTA –  PT Asia Pacific Fibers Tbk. (POLY) menyatakan sebagian besar mesin yang digunakan perseroan saat ini dibuat sekitar 1990-an. Namun demikian, perseroan menilai mesin yang digunakan saat ini memiliki tingkat produktivitas yang tidak jauh berbeda dengan mesin terbaru.

“Kalau di [industri] hulu itu usia teknologinya berubah sekitar 10—15 tahun sekali. Walaupun itu mesinnya banyak [yang belum diperbarui], tapi kita tidak ketinggalan banget [produktivitasnya] dan investasinya [untuk peremajaan mesin]  cukup besar,” kata Assistant President Director APF Prama Yudha Amdan kepada Bisnis belum lama ini.

Prama mengatakan tingkat utilitas pabrikan saat ini berada di level 80 persen. Adapun, biaya produksi yang digunakan saat ini masih lebih tinggi 8 persen — 10 persen dibandingkan dengan mesin terbaru. Namun demikian, Prama berujar perseroan masih dapat bersaing di pasar domestik bahkan dengan produk impor.

Pasalnya, harga produk impor di dalam negeri lebih tinggi lantaran telah ditambah biaya logistik dari negara asal dan cukai. Selain itu, produk impor memiliki potensi rusak pada saat pengiriman yang besar.

Namun demikian, menurutnya produk perseroan tidak dapat bersaing dengan produk hasil kegiatan dumping.

Selain masih merasa cukup, menurut Prama, setidaknya ada dua hal yang membuat perseroan menahan diri dari melakukan peremajaan mesin. Pertama, kondisi pasar domestik masih dipenuhi oleh produk hulu. Menurutnya, peremajaan mesin saat kondisi pasar masih belum pulih hanya akan “buang-buang uang”.

Hal tersebut disebabkan oleh portofolio produksi perseroan yang masih didominasi oleh serat komoditas yang pengaturan marginnya terbatas. Adapun, produksi serat komoditas mendominasi portofolio produksi perseroan sebesar 60 persen, sedangkan serat komoditas yang dialokasikan pasar bebas mencapai 90 persen dari total produksi serat komoditas.

Kedua, Prama mengatakan produsen serat lokal lainnya belum memiliki teknologi terkini dalam proses produksinya. Menurutnya, investasi yang harus ditanam dalam pembelian mesin terbaru adalah sekitar US$1,5 juta per mesin. 

“Belum ada forecasting yang mendukung, [peremajaan mesin] itu agak sulit. Dengan [efisiensi mesin yang lebih rendah] 10 persen kami masih bisa compete dengan produsen luar,” katanya.

Untuk menjaga margin, perseroan melakukan substitusi silang terhadap margin yang didapatkan dari produk bernilai tambah tinggi seperti serat sebagai bahan baku otomotif maupun serat anti bakar. Adapun, serat bernilai tambah tersebut berkontribusi sekitar 35 persen--40 persen dari total portofolio produksi perseroan.

“[Penjualan serat komoditas pada] pasar bebas memang kami babak belur karena dinamikanya tidak terbaca. Saat perang dagang ini produk-produk bernilai tambah jauh lebih ‘aman’ daripada pasar komoditas pada umumnya,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper