Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TOLAK REVISI UU KPK, Ekonom Sampaikan Surat Terbuka Kepada Presiden

Para ekonom angkat bicara soal polemik Revisi Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK). Revisi tersebut dinilai lebih buruk dibandingkan dengan UU sebelumnya, karena akan melemahkan KPK dan mengancam efektivitas pencegahan korupsi.
Polemik revisi UU KPK perlahan meredup setelah DPR dan Pemerintah sepakat untuk mengesahkan perubahan kedua UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi UU./Antara
Polemik revisi UU KPK perlahan meredup setelah DPR dan Pemerintah sepakat untuk mengesahkan perubahan kedua UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi UU./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Para ekonom angkat bicara soal polemik Revisi Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK). Revisi tersebut dinilai lebih buruk dibandingkan dengan UU sebelumnya, karena akan melemahkan KPK dan mengancam efektivitas pencegahan korupsi.

"Amanah konstitusi seperti termaktup dalam Pembukaan UUD 1945 alinea empat, tidak akan tercapai jika korupsi marak di Indonesia. Pembentukan KPK adalah amanah reformasi sekaligus amanah Konstitusi. RUU KPK lebih buruk daripada UU KPK 2002 karena RUU KPK melemahan fungsi penindakan KPK, dan membuat KPK tidak lagi independen," demikian bunyi surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang dikutip Bisnis, Kamis (17/10/2019).

Menurut surat itu, dampak pelemahan KPK akan meningkatkan korupsi di Indonesia dan menurunkan kredibilitas KPK dalam melaksanakan program-program pencegahan sehingga mengancam efektivitas program pencegahan korupsi.

Ilmu Ekonomi mengajarkan optimalisasi dan efisiensi alokasi sumber daya, namun korupsi menciptakan mekanisme sebaliknya. Kami para ekonom, sebagai akademisi, berkewajiban memaparkan dan memisahkan mitos dari fakta terkait dampak pelemahan penindakan korupsi terhadap perekonomian. Sebagai ekonom, kami memfokuskan rekomendasi kami untuk mengoptimalkan kesejahteraan rakyat," sambung surat terbuka tersebut.

Hasil telaah literatur para ekonom menunjukkan korupsi menghambat investasi dan mengganggu kemudahan berinvestasi, korupsi memperburuk ketimpangan pendapatan, korupsi melemahkan pemerintahan dalam wujud pelemahan kapasitas fiskal dan kapasitas legal, korupsi menciptakan instabilitas ekonomi makro karena
utang eksternal cenderung lebih tinggi daripada penanaman modal asing.

Selain itu, studi ekonom menunjukkan bahwa argumentasi korupsi sebagai pelumas pembangunan mengandung tiga
kelemahan mendasar dan tidak relevan untuk Indonesia. Argumentasi penindakan korupsi menghambat investasi tidak didukung oleh hasil kajian empiris."

Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah membenarkan bahwa surat terbuka tersebut disampaikan para ekonom  karena kegelihasan soal pengebirian peran KPK. 

"Benar [menyampaikan surat terbuka]. Tapi belum final [jumlah ekonomnya]. Masih nunggu masukan dari ekonom-ekonom lainnya. Kalau isi surat dan naskah akademik nampaknya enggak berubah lagi. Tapi susunan ekonom yang ikut tanda tangan akan difinalkan hari ini," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (17/10/2019).

Hingga surat tebuka tersebut diterima Bisnis, terdapat 41 ekonom yang menandatangani. Sejumlah ekonom yang tanda tangan seperti Piter Abdullah, Faisal Basri (FEB UI), Arti Adji (FEB UGM), Rumayya Batubara (FE UNAIR), Hermanto Siregar (FEM IPB), dan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper