Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo: Kinerja Perdagangan Lesu Indikasi Melemahnya Daya Beli Masyarakat

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut lesunya kinerja perdagangan yang terus menerus terjadi merupakan gambaran dari melemahnya daya beli atau menurunnya konsumsi rumah tangga masyarakat Indonesia.
Aktivitas bongkar muat petikemas di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan yang masuk dalam area kerja Pelindo IV, Selasa (1/1/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Aktivitas bongkar muat petikemas di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan yang masuk dalam area kerja Pelindo IV, Selasa (1/1/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut lesunya kinerja perdagangan yang terus menerus terjadi merupakan gambaran dari melemahnya daya beli atau menurunnya konsumsi rumah tangga masyarakat Indonesia.

Hal tersebut tentunya menimbulkan kekhawatiran lantaran konsumsi rumah tangga seharusnya menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terlebih saat ini Indonesia tak lagi bisa mengandalkan ekspor akibat kondisi perekonomian global yang semakin lesu atau masih melanjutkan perlambatan.

"Kalau impor turun secara keseluruhan apalagi impor bahan bakunya, berarti memang ada perlambatan di pertumbuhan ekonomi dan yang kami khawatirkan adalah penurunan daya beli," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani.

Melemahnya daya beli masyarakat menurut Hariyadi merupakan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum optimal lantaran hanya dinikmati oleh segelintir kalangan saja.

"Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kelas menengah ke atas, sedangkan kalangan menengah ke bawah masih dalam kondisi tertekan," tegasnya.

Adapun menurut Hariyadi masyarakat kelas menengah ke bawah saat ini tertekan akibat semakin sedikitnya lapangan kerja yang tersedia. Dia tak menampik bahwa banyak perusahaan yang merumahkan pekerjanya dengan dalih efisiensi hingga gulung tikar akibat kondisi ekonomi global yang tak bersahabat bagi dunia usaha.

Fenomena tersebut dapat dilihat dari semakin melonjaknya masyarakat yang bekerja di sektor informal.

"Sederhana saja, lihat saja fenomena meningkatnya jumlah ojek online. Sebelumnya banyak dari mereka yang bekerja secara formal, diberhentikan dan akhirnya beralih," ujarnya.

Guna memaksimalkan kualitas pertumbuhan ekonomi, Hariyadi mendesak pemerintah untuk membuka lebih banyak lapangan kerja formal dengan cara menggenjot masuknya investasi asing padat karya. Dengan demikian, produktivitas dan roda ekonomi masyarakat bisa berputar dengan lancar dan pada akhirnya berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan mengalami defisit US$160 juta pada September 2019 dari sebelumnya surplus US$80 juta di Agustus 2019.

Adapun untuk, nilai ekspor turun 1,29% persen dari USD14,28 miliar di Agustus menjadi USD14,10 miliar pada September (month to month/MoM). Nilai ekspor secara tahunan (year on year/YoY) tercatat anjlok sebesar 5,74%.

Di sisi lain, impor naik tipis secara MoM 0,63% dari US$14,17 menjadi USD14,26 miliar. Namun, impor tercatat turun 2,41% YoY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rezha Hadyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper