Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

5 Tahun Jokowi-JK, Industri Manufaktur Kurang Didukung Kebijakan yang Efektif

Dalam rentang 2015 hingga 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 4,88% hingga 5,17%. Angka tersebut terpaut cukup jauh bila dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2014-2019 pada angka 6% hingga 7%.
Pekerja merakit Mitsubishi Pajero, di pabrik baru PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia, di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (25/4)./REUTERS-Beawiharta
Pekerja merakit Mitsubishi Pajero, di pabrik baru PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia, di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (25/4)./REUTERS-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan yang belum maksimal serta buruknya koordinasi antarinstansi pemerintahan merupakan faktor utama tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi selama 2014 hingga 2019.

Dalam rentang 2015 hingga 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 4,88% hingga 5,17%. Angka tersebut terpaut cukup jauh bila dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2014-2019 pada angka 6% hingga 7%.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 5% terbilang cukup baik ditengah kondisi ketidakpastian global. Kendati demikian, tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2014-2019 adalah kurang maksimalnya sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong industri manufaktur.

Berdasarkan data PMI Manufaktur yang dirilis oleh IHS Markit pada Oktober 2019, PMI Manufaktur Indonesia per September 2019 masih berada di bawah angka 50, yakni 49,1. Angka tersebut naik 0,1 dari indeks PMI Manufaktur pada Agustus 2019 sebesar 49.

Adapun rata-rata PMI Manufaktur per kuartal III/2019 berada pada angka 49,2. Nilai ini merupakan angka terendah yang dicatatkan industri manufaktur Indonesia sejak 2016.

Industri yang digadang-gadang menjadi mesin untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia itu, lanjutnya, belum didukung oleh kebijakan atau insentif yang memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan industri manufaktur. Ia mencontohkan beberapa insentif dalam paket kebijakan ekonomi seperti pengurangan harga listrik dan gas untuk industri manufaktur yang efeknya belum dirasakan secara merata.

“Paket kebijakan dan insentif yang diberikan pemerintah masih cenderung reaktif. Ini membuat desired effect dari paket kebijakan itu tidak terasa dan membuat industri manufaktur belum terdorong secara maksimal,” katanya saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Selain itu, pemberlakuan kebijakan tersebut tidak didukung oleh koordinasi antarkementerian/lembaga dan pemerintah pusat serta daerah. Masih banyak peraturan-peraturan di tingkat kementerian yang tumpang tindih sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi sekaligus menurunkan keyakinan investor untuk datang ke Indonesia.

Sementara itu, ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengatakan banyaknya paket kebijakan ekonomi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi merupakan tanda kurangnya kajian yang dilakukan pemerintah. Hal tersebut terbukti dari umur sebagian besar paket kebijakan ekonomi yang tidak sampai tiga bulan.

Minimnya kajian yang komprehensif ini menyebabkan munculnya keengganan investor untuk menanamkan modalnya. Bhima menyarankan perlunya kajian yang lebih jelas dan mendalam pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo agar target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.

Selain itu, kebijakan-kebijakan yang tercantum, seperti insentif pajak, masih terbilang umum dan tidak menyasar sektor tertentu seperti manufaktur.

“Industri manufaktur menyumbangkan 20% kegiatan ekonomi Indonesia. Bila insentif-insentifnya tidak diberikan pada sektor ini, maka permintaan bahan baku, serapan tenaga kerja, dan multiplier effect yang diharapkan pemerintah tidak akan muncul,” jelas Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper