Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekstil Impor Banjir Gara-Gara Pengelompokan HS tak Konsisten

Pengelompokan kode harmonized system (HS) yang tidak konsisten ditengarai sebagai penyebab banjirnya impor tekstil dan produk tekstil.
Calon pembeli memilih bahan kain di Pusat Grosir Tanah Abang, Jakarta, Jumat (14/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja
Calon pembeli memilih bahan kain di Pusat Grosir Tanah Abang, Jakarta, Jumat (14/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Pengelompokan kode harmonized system (HS) yang tidak konsisten ditengarai sebagai penyebab banjirnya impor tekstil dan produk tekstil.

Informasi yang dihimpun Bisnis menyebutkan bahwa saat ini terjadi lonjakan impor TPT dengan kode HS5804, 5808, 5810, dan 5802 yaitu kain embroidery, renda, net, dan lace yang masuk dalam kategori barang kelompok B dan belum diproduksi di Indonesia.

Namun kenyataannya, barang-barang dengan kode HS tersebut sudah diproduksi di Indonesia atau seharusnya masuk dalam kelompok A. Sebagai barang yang sudah masuk dalam kategori A, impor TPT jenis tersebut seharusnya memiliki kuota dan persetujuan impor (PI), bukannya ke kelompok B yang tanpa kuota.

Dalam catatan Bisnis, saat ini ada 14 perusahaan dalam negeri yang telah memproduksi TPT jenis tersebut.

Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan bahwa industri tersebut tumbuh sehingga impornya besar.

Namun demikian, saat dikonfirmasi soal ketidakjelasan pengelompokan HS sebagai penyebab lonjakan impor tersebut Heru semuanya tergantung dengan keputusan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Kalau itu memang kewenangan Kemendag," kata Heru kepada Bisnis, Jumat (11/10/2019).

Heru menjelaskan pihaknya telah melakukan tiga langkah untuk memastikan bahwa importasi TPT berjalan sesuai dengan ketentuan. Pertama, dari sisi operasional baik dilakukan sendiri maupun dengan satuan tugas (satgas) untuk melakukan pemeriksaan baik di Pusat Logistik Berikat (PLB) maupun di tempat lainnya baik di pelabuhan dan pelabuhan.

Pemeriksaan tersebut mencakup pemeriksaan dokumen maupun pemeriksaan fisik. Tak hanya itu, otoritas kepabeanan juga mengecek kepatuhan pajak baik dari sisi kepatuhan formal yakni pelaporan surat pemberitahuan atau SPT maupun konfirmasi status wajib pajak (KSWP).

"Ini akan memperdalam dan memperkuat verifikasi. Meski di kepabeanan baik tapi pajaknya tidal patuh, kami akan blokir," tegasnya.

Kedua, dari sisi internal di Bea Cukai, pihaknya akan melakukan kegiatan pengawasan melalui audit maupun intelinjen. Heru juga meluruskan bahwa aktivitas self declaration atau self assessement yang menjadi prinsip dalam kepabeanan, bukan berarti meniadakan pemeriksaan.

"Kami tetap mengujinya, standarmya tetap setara. Khusus soal PLB, verifikasinya berjenjang mulai dari pra atau sebelum barang masuk PLB, di dalam PLB maupun setelah barang keluar dari PLB. Jadi benar-benar dicek barang itu sesuai dengan izinya atai tidak," jelasnya.

Ketiga, dari sisi kebijakan. Saat ini Kemendag tengah mengupayakan revisi Permendag No.64/2017, termasuk mengenai pengelompokan-pengelompokan HS. Termasuk yang dihilir, dimana dalam pembicaraan juga disinggung pengaturannya.

Adapun soal nilai kebocoran sebesar Rp13,9 triliun, Heru menjelaskan bahwa untuk memastikan kebenarannya, maka perlu ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, perlu diperhatikan mengenai metode pencatatannya.

"Setiap negara, memiliki metode yang berbeda dalam pencatatan sehingga pasti ada gap disitu," jelasnya.

Kedua, terjadinya miss invoicing yakni bisa undervalue maupun overvalue.  Ketiga, penyelundupan secara yang merupakan praktik yang sering ditemui, yang juga akan mempengaruhi gap tersebut.

Sementara itu Direktur Fasilitas Kepabeanan dan Cukai DJBC Oentoro Wibowo menambahakan khusus yang undervalue, pihaknya telah melakukan berbagai macam tindakan.

Sebagian dari pelaku telah dilakukan penindakan, hanya saja Oentoro belum mau memberikan data soal berapa importir yang telah ditindak oleh otoritas kepabeanan.

Sebelumnya informasi yang dihimpun Bisnis, terkait dengan dugaan adanya underinvoicing di dalam PLB, otoritas tengah melakukan investigasi melalui sinergi antara DJBC, DJP dan Kementerian Lembaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper