Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Selundupan Pakaian tak Terbendung

Penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri nampaknya masih menjadi salah satu permasalahan yang mencekik industri pakaian jadi atau garmen di Tanah Air.
Petugas Kanwil Bea dan Cukai Jatim I memeriksa barang bukti berupa Ball Pressed ilgal yang berisi pakaian bekas layak pakai impor ilegal, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/1/2015)./Antara-Suryanto
Petugas Kanwil Bea dan Cukai Jatim I memeriksa barang bukti berupa Ball Pressed ilgal yang berisi pakaian bekas layak pakai impor ilegal, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/1/2015)./Antara-Suryanto

Bisnis.com, JAKARTA – Penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri nampaknya masih menjadi salah satu permasalahan yang mencekik industri pakaian jadi atau garmen di Tanah Air.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tercatat sepanjang 2019 telah menindak 311 kasus penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri dalam bentuk karung padat atau ball press dengan nilai mencapai Rp 42,1 miliar. Penyelundupan tersebut seluruhnya dilakukan melalui pelabuhan tidak resmi atau lazim disebut pelabuhan tikus.

“[Sebanyak] 311 kasus atau kapal yang ditindak [sepanjang 2019], masing-masing kapal yang rata-rata adalah kapal kayu dengan ukuran 100-200 gross ton (GT) mengangkut 1000 ball press, satu ball press bisa diisi sampai 1000 lembar [pakaian bekas],” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi di Jakarta, Jumat (11/10/2019).

Adapun pada 2018 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu mencatat telah menindak 394 kasus penyelundupan pakaian bekas ke Tanah Air dengan nilai mencapai Rp48,96 miliar.

Lebih lanjut Heru menjelaskan, sanksi berupa hukuman pidana tak membuat penyelundupan pakaian bekas ke Tanah Air terhenti begitu saja. Pasalnya, masyarakat terutama dari kalangan menengah ke bawah masih menggemari pakaian bekas untuk pemakaian sehari-hari.

Selain itu, minimnya modal yang dibutuhkan serta potensi keuntungan besar yang bisa diperoleh membuat sebagian orang nekat untuk menyelundupkan pakaian bekas ke Tanah Air.

“Ball press pakaian bekas ini dihitung sebagai sampah yang akan dibuang di negara-negara maju. Jadinya diberikan begitu saja kepada penyelundup-penyelundup itu. Terkadang malah ongkos angkutnya [ke Indonesia] ditanggung oleh mereka yang membuang, penyelundup tinggal menerima dan nantinya menjual saja, keuntungannya tentu besar,” ungkapnya.

Heru menambahkan pakaian-pakaian bekas yang diselundupkan dalam bentuk ball press tersebut dipilah terlebih dahulu sebelum nantinya dijual secara eceran ke masyarakat di kota-kota kecil sekitar pelabuhan tikus hingga ke kota-kota besar termasuk Jakarta dengan harga yang sangat murah. Hal tersebut tentunya mengancam industri garmen di Tanah Air yang sudah lesu sejak beberapa tahun terakhir.

“Masuk dari pelabuhan tikus atau pelabuhan kecil yang minim pengawasan seperti di Kendari, Maumere, Tanjung Balai Asahan, Tembilahan kemudian dipilah dan mengalir penjualannya ke kota-kota besar,” ujarnya.

Sementara itu, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga Kementerian Perdagangan (PKTN) Kemendag Veri Angrijono mengatakan pihaknya telah mengamankan 551 ball press pakaian bekas dari luar negeri senilai Rp 5miliar yang akan dijual di Bandung. Dia menyebut seluruh pakaian bekas tersebut akan dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan penyebaran penyakit akibat bakteri dan virus yang

“Berdasarkan uji laboratorium hasilnya betul-betul mengandung bakteri dan virus, Kami mengambil langkah supaya tidak menimbulkan berbagai kemungkinan-kemungkinan penyakit,” katanya.

Lebih lanjut, Veri menjelaskan pakaian bekas dari luar negeri yang marak dijual di pasar-pasar tradisional hingga ritel modern di Tanah Air seluruhnya ilegal. Karena impor pakaian bekas dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 51/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.

Kemudian Veri menyebut pihak yang mengimpor atau memasarkan pakaian bekas impor bisa dikenakan sanksi pidana sampai dengan 5 tahun kurungan penjara dengan denda mencapai Rp2 miliar berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 7 /2014 tentang Perdagangan dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper