Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peremajaan Mesin Bisa Dongkrak Kinerja Manufaktur

Sulitnya pelaksanaan peremajaan mesin disebabkan oleh minimnya akses permodalan.
ilustrasi./Bisnis.com
ilustrasi./Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) terjadi lantaran penggunaan teknologi yang cenderung stagnan.

Wakil Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan peremajaan mesin di beberapa sektor industri bahkan tidak dilakukan. Alhasil, produktivitas industri tersebut rendah. Menurutnya, sulitnya pelaksanaan peremajaan mesin disebabkan oleh minimnya akses permodalan.

“Impor mesin saja sudah tergolong mahal karena biaya mesin itu sendiri, pajak-pajak impor, hingga biaya financing-nya juga mahal, dan biasanya tidak bisa financing jangka panjang. Sehingga, hanya sedikit perusahaan manufaktur yang punya kapabilitas menanggung biaya-biaya tersebut,” katanya kepada Bisnis, Kamis (10/10/2019).

Menurutnya, sumber daya manusia (SDM) lokal belum memiliki keahlian dengan level yang cocok untuk mengoperasikan mesin impor tersebut. Namun, regulasi perekrutan tenaga kerja asing yang diperketat pada 2015 menjadikan adaptasi SDM lokal dengan mengundang SDM asing tidak dapat terjadi.

Selain kontribusi PDM yang konsisten menurun, IHS Markit menyebutkan level Purchasing Manager’s Index (PMI) nasional tidak dapat menyentuh level tertinggi PMI pada medio 2014 yakni sekitar 52%. Shinta berpendapat hal tersebut menunjukkan pelaku industri tidak pernah lagi memiliki keinginan untuk melakukan ekspansi seperti pada 2014.

“Kami melihat kenyataan di dalam negeri, reformasi yang mendukung efisiensi biaya produksi dan daya saing sektor manufaktur tidak mudah dilakukan. Realisasi investasi manufaktur juga relatif tidak banyak berkembang,” katanya.

Shinta mengatakan pasar lokal yang seharusnya tumbuh dalam 5 tahun terakhir ternyata tumbuh cenderung stagnan. Selain itu permintaan di pasar global pun tidak meningkat besar lantaran daya saing produk yang tidak digenjot di dalam negeri.

Shinta menuturkan agregat dari rendahnya investasi, pertumbuhan pasar, dan biaya produksi yang tinggi membuat kepercayaan diri pelaku industri dalam 5 tahun terakhir tergerus. Namun demikian, daya saing produk lokal di pasar global relatif stabil sejak 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Galih Kurniawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper