Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PLN Dukung Kebijakan Formula Tarif Listrik dari Pemerintah

Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengharapkan kebijakan tersebut mampu membawa angin segar bagi keuangan perusahaan listrik negara itu. 
Warga melakukan isi ulang pulsa listrik di salah satu perumahan, Jakarta, Rabu (6/1/2016). PT PLN (Persero) berencana akan membebaskan biaya tambah daya listrik untuk pelanggan 450 dan 900 ke 1.300 Volt Ampere (VA) yang berlaku bagi pelanggan rumah tangga. / Antara-M Agung Rajasa
Warga melakukan isi ulang pulsa listrik di salah satu perumahan, Jakarta, Rabu (6/1/2016). PT PLN (Persero) berencana akan membebaskan biaya tambah daya listrik untuk pelanggan 450 dan 900 ke 1.300 Volt Ampere (VA) yang berlaku bagi pelanggan rumah tangga. / Antara-M Agung Rajasa

Bisnis.com, JAKARTA -- PT PLN (Persero) siap mengikuti regulasi pemerintah yang berencana memasukkan harga batu bara dalam mengatur tarif penyesuaian.

Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengharapkan kebijakan tersebut mampu membawa angin segar bagi keuangan perusahaan listrik negara itu. 

"Kita berharap demikian, semoga ada angin segar di tahun 2020," katanya kepada Bisnis.com, Rabu (9/10/2019).

Vice President Public Relation PLN Dwi Suryo Abdullah menambahkan penetapan tarif menjadi kewenangan penuh Kementerian ESDM. Dia menegaskan PLN tentu akan patuh atas keputusan pemerintah. Ada sejumlah faktor yang mendukung tingginya nilai penjualan listrik PLN yakni turunnya susut jaringan, biaya pokok penyediaan (BPP), hingga kemampuan pendanaan pembangunan infrastruktur.

"Itu pasti [mendukung rencana pemerintah] karena PLN kan operator dan Pemerintah sebagai regulatornya," katanya. 

Direktur Eksekutif APLSI Rizal Calvary Marimbo mengatakan akan mendukung kebijakan pemerintah, mulai dari penerapan tarif penyesuaian hingga formula tarif. Meskipun demikian, menurutnya, menjadi pertanyaan akan jadi tidaknya tarif penyesuaian diterapkan. 

Alasannya, dia menilai tarif penyesuaian bukan kali pertama ini direncanakan berlaku. Namun, hingga 2 tahun terakhir mekanisme tarif tersebut ditahan karena pemerintah ingin menjaga daya beli masyarakat.

"Tampaknya karena komposisi PLTU sudah di atas 50%, yang berbahan bakar diesel makin turun. Inflasi, kurs, dan icp kan hanya didasarkan pada asumsi. Volatilitasnya kita tidak tahu ke depan seperti apa," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper