Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

'Buku Kretek' Hilang, Pemilik Lahan Terdampak Proyek Tol Tetap Bisa Dapat Ganti Rugi

Sudah ada regulasi yang mengatur sebagai solusi dari permasalahan tersebut yakni Pasal 26 Peraturan Presiden No. 71/2012.
Presiden Joko Widodo memberi sambutan saat peresmian jalan tol Gempol-Pasuruan seksi II di gerbang tol Pasuruan, Jawa Timur, Jumat (22/6/2018)./ANTARA-Umarul Faruq
Presiden Joko Widodo memberi sambutan saat peresmian jalan tol Gempol-Pasuruan seksi II di gerbang tol Pasuruan, Jawa Timur, Jumat (22/6/2018)./ANTARA-Umarul Faruq

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah lahan terdampak pembangunan jalan tol Trans-Jawa di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, belum mendapatkan ganti rugi.

Sumber masalahnya adalah hilangnya 'buku kretek atau kerawangan (buku letter C) yang di dalam terdapat catatan kepemilikan lahan tersebut di Kantor Desa Kedawung Wetan.

Salah satu langkah penanganan yang bisa diambil adalah menggunakan bukti lain berupa pernyataan tertulis dari si pemilik lahan dan keterangan minimal dari dua orang saksi di lingkungan sekitar yang tidak memiliki hubungan keluarga.

Pakar hukum pertanahan dan properti Eddy Leks menilai permasalahan tersebut seharusnya tidak terjadi. Pasalnya, dalam tahap-tahapan pengadaan tanah, jika ada masalah di dalam bukti kepemilikan, seharusnya telah ditemukan pada tahap identifikasi dan verifikasi atau sebelum proses pemberian ganti kerugian. 

"Jika sudah masuk tahap pemberian ganti kerugian, seharusnya hal bukti kepemilikan tidak lagi menjadi masalah karena pada tahap ini akan dilakukan berita acara pelepasan hak dan berita acara pemberian ganti kerugian. Pada saat pelepasan hak dilakukan, maka pihak yang berhak [yang memperoleh ganti rugi] juga wajib menyerahkan bukti-bukti kepemilikan hak atas tanahnya kepada pelaksana pengadaan tanah," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (4/10/2019).

Eddy mengatakan bahwa sudah ada regulasi yang mengatur sebagai solusi dari permasalahan tersebut yakni Pasal 26 Peraturan Presiden No. 71/2012.

Isi dari beleid tersebut adalah pembuktian pemilikan atau penguasaan dapat dilakukan dengan bukti lain yakni pernyataan tertulis dari yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari paling sedikit dua orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar sebagai pemilik atau menguasai sebidang tanah tersebut.

Seperti dikutip dari video yang dirilis Antara, pada Kamis (3/10/2019), saat ini, tersisa tujuh bidang dengan total nilai mencapai Rp6 miliar yang proses pencairannya masih terkendala.

Lebih lanjut, Eddy menjelaskan bahwa lahan atau tanah yang masih girik atau yang hanya tercatat pada tingkat kelurahan pada dasarnya tidak akan menjadi kendala bila terdampak proyek pengusaahan infrastruktur seperti jalan tol. Pasalnya, Undang-Undang No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum itu berbeda dengan Undang-Undang Pokok Agraria.

Menurutnya, Undang-Undang Pokok Agraria menganut sistem publikasi negatif dengan tendensi positif. Namun, Undang-Undang Pengadaan Tanah justru bisa dibilang seperti menganut sistem publikasi positif karena di dalam UU tersebut, bukti yang diserahkan kepada panitia pengadaan tanah dianggap sebagai satu-satunya alat bukti yang sah dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari.

"Jadi, tanggung jawab keabsahan dokumen adalah pada pihak yang menerima ganti kerugian. Jika ada tuntutan pihak lain atas objek pengadaan tanah yang diserahkan kepada panitia pengadaan tanah, tuntutan tersebut menjadi tanggung jawab pihak yang melepaskan haknya tersebut, bukan lagi menjadi beban dari pihak yang mengadakan tanah, misalnya, negara," papar Eddy.

Ketentuan ini sesuai dengan asas kepastian yang dianut oleh UU Pengadaan Tanah yakni untuk memberi kepastian hukum akan tersedianya tanah dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan.

"Jika ada gugatan terkait kepemilikan tanah yang telah dibebaskan, itu seharusnya tidak lagi bisa mengganggu proses pengadaan tanah yang telah dilakukan, tetapi harus diselesaikan oleh pihak-pihak yang bersengketa [tanpa melibatkan atau membebani pihak yang mengadakan tanah]. Namun, jika memang sengketa itu telah berjalan dalam proses pengadaan tanah, ganti kerugian tersebut akan dititipkan pada pengadilan negeri," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper