Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Manufaktur Lesu, Pemerintah Diminta Ubah Kebijakan

Pelaku industri meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan ekonomi yang dapat menggairahkan sektor manufaktur.
Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani./JIBI
Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan ekonomi yang dapat menggairahkan sektor manufaktur.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan permintaan ke sektor manufaktur nasional cenderung stagnan jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.

“Tentu saja purchasing index kuartal III/2019 turun jauh dibanding purchasing index periode yang sama tahun lalu karena saat ini pertumbuhan ekonomi global sudah jauh lebih lemah karena trade war. Di lain pihak, sepanjang 2019 bisa dibilang pemerintah tidak melakukan perubahan kebijakan ekonomi yang cukup berarti untuk menarik investasi,” kata Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani kepada Bisnis, Kamis (3/10/2019).

Dia mengatakan perlambatan permintaan dari pasar besar dunia membuah ekspor manufaktur lebih sedikit. Dari sisi pasar lokal, banjir impor akibat perang dagang dan instabilitas politik membuat pertumbuhan sektor manufaktur tertahan.

Menurutnya, kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah selama sembilan bulan tahun ini gagal menggairahkan ekspor memicu peningkatan produktivitas melalui revitalisasi industri secara signifikan.

Dari tiga sektor manufaktur terbesar, Shinta memproyeksikan hanya industri makanan dan minuman (mamin) dan industri tekstil dan produk tekstil yang masih sejalan dengan proyeksi awal tahun. Dia tidak yakin industri semen akan tumbuh 2% secara tahunan pada akhir tahun ini.

Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia konsisten berada di bawah level 50% sepanjang kuartal III/2019 dengan rata-rata 49,2%. Adapun, PMI pada akhir kuartal III/2019 berada di posisi 49,1% atau naik 10 basis points (bps) dari bulan sebelumnya.

Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw mengatakan konsistensi lemahnya PMI tersebut menunjukkan perusahaan manufaktur lokal terjebak dalam situasi menantang pada akhir kuartal III/2019. Adapun, Headline PMI yang mendekati posisi terendah sejak 2017 membuat pelaku industri mengurangi serapan tenaga kerja dan bahan baku.

“Survei juga menunjukkan bahwa kenaikan jumlah barang jadi di tengah-tengah penurunan penjualan. Tekanan harga berkurang dengan biaya produksi turun untuk pertama kalinya hanya dalam kurun watu 3 tahun karena perusahaan menawarkan diskon guna menaikkan penjualan. Perkiraan angka pendek cenderung suram.”

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan permintaan industri TPT di pasar global dan lokal menurun secara tahunan pada kuartal III/2019. Ade menyatakan ada dua hal yang menyebabkan kontraksi tersebut yakni pelemahan Yuan dan menurunnya daya saing industri TPT nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Galih Kurniawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper