Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Kopi Lesu, Petani Harap Akses Pupuk Dipermudah

Kalangan petani kopi dalam negeri mengaku tak bisa berbuat banyak dalam menghadapi lesunya harga kopi dunia yang terjadi akibat melimpahnya pasokan dari Brasil dan Vietnam. 
Petani memanen kopi arabika di Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/6/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi
Petani memanen kopi arabika di Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/6/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan petani kopi dalam negeri mengaku tak bisa berbuat banyak dalam menghadapi lesunya harga kopi dunia yang terjadi akibat melimpahnya pasokan dari Brasil dan Vietnam. 

Fajar Sasora, salah satu pembina kelompok tani kopi di wilayah Tanggamus dan Lampung Barat mengatakan bantuan pemerintah dalam akses pupuk bisa sedikit mengurai permasalahan harga tersebut.

"Harga kopi di petani di tingkat petani di kisaran Rp17.000 sampai Rp19.000 per kilogram, di eksportir Lampung harga basis asalan Rp20.500 per kilogramnya," katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (30/9/2019).

Fajar mengemukakan harga kopi bisa melampaui Rp20.000 per kg ketika didukung kondisi global. Ia mengaku petani sempat merasakan harga di kisaran Rp23.000 sampai Rp25.000 per kg meski ia tak memungkiri harga tahun ini merupakan yang terburuk.

"Kami petani inginnya harga tinggi, tapi kalau kondisi begini, kami hanya bisa menerima saja untung atau rugi," sambung Fajar.

Dari segi produksi, Fajar memperkirakan pasokan kopi di daerahnya cenderung tak jauh berbeda dibanding tahun lalu. Namun ia mengharapkan ada bantuan pupuk mengingat harga rendah kopi turut mempengaruhi pendapatan petani dan kemampuan dalam memperolehnya.

"Kesulitan saat ini adalah pupuk. Mencari pupuk sulit," katanya.

Permasalahan di sisi hulu ini pun diamini oleh Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Moelyono Soesilo. Ia berpendapat produktivitas kopi nasional perlu ditingkatkan agar petani tak banyak merugi.

Moelyono mengemukakan produktivitas kopi Indonesia terbilang rendah. Untuk kopi robusta, produktivitas bervariasi di kisaran 800 kg sampai 1 ton per hektare (ha). 

Sementara untuk kopi jenis arabika, produktivitasnya baru di angka 600 sampai 700 kg per ha. Angka ini jauh di bawah Vietnam yang pada 2017 lalu memiliki tingkat produktivitas mencapai 2,4 ton per ha dengan luas areal produksi sebesar 662.200 ha.

"Yang perlu didorong sekarang adalah tingkat produktivitas supaya petani tidak merugi. Dari segi kualitas kita sudah bagus," katanya.

Turunnya harga kopi sempat disinggung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menghadiri forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada 25 September lalu. Ia mengusulkan para negara produsen kopi untuk melakukan pengendalian produksi agar harga kopi kembali terangkat.

Wapres menyebutkan harga kopi tercatat mengalami penurunan sampai 70% sejak 1982. Salah satu penyebabnya, adalah kelebihan pasokan produksi biji kopi  dunia yang didominasi oleh Brasil, Vietnam, dan Kolombia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper