Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri Amran Berkukuh RUU SBPB Untuk Perlindungan Petani

Meski didera sejumlah protes, Menteri Pertanian Amran Sulaiman berkukuh bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) dibuat dengan tujuan melindungi petani kecil.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman memberikan keterangan pada wartawan usai sosialisasi RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta RUU SBPB, Jumat (27/9/2019)./Bisnis-Juli E.R. Manalu
Menteri Pertanian Amran Sulaiman memberikan keterangan pada wartawan usai sosialisasi RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta RUU SBPB, Jumat (27/9/2019)./Bisnis-Juli E.R. Manalu

Bisnis.com, JAKARTA — Meski didera sejumlah protes, Menteri Pertanian Amran Sulaiman berkukuh bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) dibuat dengan tujuan melindungi petani kecil.

Menurut Amran, salah satu perlindungan yang diberikan oleh UU SBPB ini kepada petani berupa kebebasan dalam pemanfaatan dan pengedaran benih hasil pemuliaan oleh petani tanpa harus meminta izin ke pemerintah pusat.

“Dia bebas tanpa minta izin ke pusat. Kalau dulu harus. [Sekarang hanya perlu] lapor ke kabupaten, mendaftar, bukan ke pusat,” ujarnya acara sosialisasi RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta RUU SBPB, Jumat (27/9/2019).

Namun, diakuinya, kebebasan edar tersebut hanya untuk tingkat kabupaten. Jika benih hasil pemuliaan petani hendak diedarkan ke kabupaten atau provinsi lain, harus mengikuti prosedur pelepasan atau mendapat izin dari pemerintah pusat.

Menurut Amran, pembatasan ini merupakan bentuk perlindungan lain bagi pertanian dan masyarakat Indonesia, khususnya dari potensi gangguan ketahanan pangan.

“Kalau ini kita lepas provinsi [tanpa prosedur pelepasan] kalau terjadi apa-apa, ada varietas yang bisa mengganggu ketahanan pangan, pembawa hama penyakit ,itu tidak bisa diisolasi dan yang rugi negeri ini. Jadi, itu tidak mudah, itu [rancangan undan-undang] kita rancang 3 tahun,” paparnya.

Dia juga menambahkan bahwa perlindungan yang diberikan oleh undang-undang ini merupakan perlindungan bagi petani kecil. Padahal, apabila suatu benih varietas baru hasil pemuliaan petani sudah bisa diedarkan secara luas di tingkat kabupaten, maka keuntungan yang diperoleh sudah mencukupi untuk menggolongkan petani tersebut sebagai petani besar.

Dia menambahkan jika penyebaran bibit sudah sampai ke tingkat provinsi, maka sebutan petani kecil sudah tidak lagi layak disematkan bagi penemu atau pemulia bibit.

“Kalau tingkat provinsi, itu sudah pengusaha besar. Jadi, jangan ada pengusaha besar atau afiliasi mafia ingin membonceng lagi, membonceng di peraturan yang kita terbitkan. Logikanya kalau dia bisa mengedarkan satu kabupaten berarti dia sudah kaya kan,” ujarnya.

 

Sebelumnya, sejumlah pihak melakukan protes atas isi rancangan undang-undang SBPB yang baru saja disahkan pada 24 September 2019 ini.

Salah satu poin protes adalah terkait izin edar benih hasil pemuliaan petani. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dalam keterangan tertulis menyebutkan ketentuan pembatasan peredaran varietas hasil pemuliaan petani, yakni hanya terbatas pada satu wilayah kabupaten atau kota bertentangan dengan Putusan MK Nomor 99/PUU-X/2012.

Menurutnya, dalam Putusan MK tersebut, petani kecil memiliki kebebasan dan diperbolehkan mengedarkan varietas hasil pemuliaan pada komunitasnya.

“Komunitas sebagaimana dimaksud MK adalah sesama petani yang berada dalam wilayah hukum Indonesia,” ujarnya.

Selain terkait peredaran benih varietas hasil pemuliaan petani, pihaknya juga menilai ada poin lain yang memberatkan petani dan bertentangan dengan putusan MK di atas.

Poin tersebut menyebutkan bahwa petani kecil harus melapor kepada pemerintah dalam setiap kegiatan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik.

Menurut Henry, poin tersebut bertentangan dengan isi Putusan MK Nomor 99/PUU-X/2012 yang memperbolehkan dan memberi kebebasan kepada petani untuk mencari dan mengumpulkan plasma nutfah dan/atau benih.

“SPI menilai justeru tanggung jawab negara tanggung jawab  negara , dalam hal ini peran pemerintah, yang seharusnya proaktif dalam melakukan kegiatan pendataan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper