Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inefisiensi Picu Investor Enggan Masuk Indonesia

Prospera Lead Adviser Anton H. Gunawan menyatakan berlarinya minat investor ke negara Asia Tenggara lain ketimbang ke Indonesia karena inefisiensi dalam berusaha di Indonesia.
Ilustrasi investasi/Istimewa
Ilustrasi investasi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Sinkronisasi 72 aturan Undang-Undang untuk memudahkan investasi tak cukup karena masalah investasi terletak pada inefisiensi.

Prospera Lead Adviser Anton H. Gunawan menyatakan berlarinya minat investor ke negara Asia Tenggara lain ketimbang ke Indonesia karena inefisiensi dalam berusaha di Indonesia.

Anton menyinggung investasi yang masuk ke Indonesia belum mendorong produktivitas maksimal tecermin dari peringkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Indonesia tercatat masih berada pada peringkat yang masih tinggi yakni pada kisaran enam hingga tujuh.

Dengan ICOR yang tinggi, Anton mengatakan, pemerintah harus melihat dan meneliti jenis investasi yang masuk ke Indonesia. Perancangan wajib dieksekusi dengan baik agar mampu meningkatkan produktivitas.

Adapun ICOR adalah penghitungan investasi per GDP, dibagi growth. Jika dibandingkan dengan ICOR negara tetangga kisaran 25%, pertumbuhan 6%, sedangkan Indonesia 30% pertumbuhan hanya 5% maka ICOR menempati 6 mengarah ke 7.

"Ini artinya dana untuk menghasilkan growth butuh banyak investasi mungkin awalnya karena kita kurang melakukan investasi," ujar Anton beberapa waktu lalu.

Alhasil sekarang pemerintah harus serius mendorong investasi yang dipastikan tak menambah inefisiensi. Sebaliknya, lebih efisien dan hasilnya terhadap target pertumbuhan ekonomi tepat sasaran.

"Maka ini perlu dilihat dan diteliti lagi investasi seperti apa? Apakah infrastruktur sudah dipersiapkan dengan lebih matang? Sudahkah dirancang dengan cukup bagus? Perlu cek planning yang membuat akhirnya tidak efisien dan produktif," pungkasnya.

Anton menyebut sebelum krisis Asia, peringkat ICOR Indonesia bisa berada di bawah 4.

Namun beberapa tahun ke belakang peringkat ini naik seiring dengan kecenderungan inefisiensi pembangunan.

"Mungkin karena kita melakukan investasi yang banyak, infrastruktur pertama peningkatan cukup cepat. Di samping ada inefisiensi yang terjadi," jelasnya.

Anton menjelaskan masalah investasi juga selain inefisiensi adalah perpajakan di tingkat daerah.

Oleh sebab itu, regulasi yang dipangkas dan dimudahkan seharusnya tidak hanya di tingkat pusat tetapi juga ada inisiatif dari pemerintah daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper