Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlu Kebijakan Antisipasi Dampak Kemarau Berkepanjangan

Guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andrea menilai perlu ada kebijakan yang memperkuat antisipasi terhadap fenomena dampak kekeringan dan prediksi kemarau.
Asnawi, petani di Lebak, berdiri di tengah sawahnya yang kekeringan pada Rabu (31/7/2019)./Antara
Asnawi, petani di Lebak, berdiri di tengah sawahnya yang kekeringan pada Rabu (31/7/2019)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andrea menilai perlu ada kebijakan yang memperkuat antisipasi terhadap fenomena dampak kekeringan dan prediksi kemarau berkepanjangan terhadap produksi pangan di berbagai daerah.

"Luas panen diperkirakan menurun lebih dari 500.000 hektare dibandingkan dengan 2018. Itu minimum," ungkapnya melalui rilis yang diterima di Jakarta pada Rabu (28/8/2019).

Menurut Dwi, penurunan luas panen tersebut disebabkan mundurnya musim tanam, baik musim tanam pertama pada musim hujan, maupun musim tanam kedua pada musim gadu (padi yang ditanam pada musim kemarau).

"Perhitungan saya, penurunan produksi beras kira-kira 2 juta ton, itu paling optimis. Bisa lebih dari 2 juta ton," ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah harus benar-benar waspada dan tidak terbuai dengan data yang menyebutkan ada potensi surplus sekitar 4 juta ton hingga September 2019. "Hitungan itu tidak memperhitungkan masa paceklik sampai Februari atau Maret tahun depan."

Dia menambahkan dapat dipastikan mulai Oktober sampai Februari neraca akan defisit. Di sisi lain, indikasi penurunan jumlah produksi beras sudah terlihat, yakni dari harga gabah kering panen (GKP) yang sudah hampir mencapai Rp6.000.

Berkaca dari pengalaman pada 2018, Dwi melihat bahwa pemerintah terkesan tidak melakukan analisis dan hitungan yang tepat.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Hary Tirto Djatmiko,menyatakan kemarau tahun ini akan lebih kering bila dibandingkan dengan 2018.

"Itu akan berdampak di beberapa sektor. Pertanian yang tidak ada hujan. Sektor sumber daya air yang dampaknya pada ketersediaan air, dan lingkungan yang berpotensi karhutla," ucap Hary.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menyampaikan bahwa ada potensi penurunan panen atau produksi  karena kekeringan.

"Ini yang harus diantisipasi pemerintah, jangan sampai pasokan bahan pangan itu turun sehingga harga naik," kata Yoga.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian menyatakan kekeringan yang melanda areal sawah di berbagai daerah pada musim kemarau bisa diatasi dengan pompanisasi dan pembuatan embung air.

"Kami masih mencari solusi. Tapi untuk sementara ini, bisa dengan pompanisasi dan pembuatan embung air," kata Sarwo Edhi, Dirjen Prasarana dan Sarana Kementan, saat meninjau sawah kekeringan di Purwakarta, Rabu (24/7/2019)

Untuk pompanisasi, selama 3 tahun terakhir pemerintah pusat telah menyalurkan bantuan 100 ribu mesin pompa di seluruh Indonesia.

Pada tahun ini, lanjutnya, sudah ada sekitar 20.000 permohonan bantuan pompanisasi. Selain itu, banyak pula petani yang meminta bantuan selang air sepanjang 7.390 meter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper