Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Realisasi Impor Indukan Ayam dari 14 Perusahaan

Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) menyatakan realisasi impor anak ayam umur sehari (day old chick/DOC) kelas grand parent stock (GPS) yang dilakukan sekitar 14 perusahaan perbibitan sampai saat ini mencapai lebih dari 400.000 ekor.
Peternak menimbang ayam broiler jenis pedaging yang dijual murah seharga Rp8.000 per kilogram di sentra peternakan ayam broiler di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (26/6/2019)./ANTARA-Destyan Sujarwoko
Peternak menimbang ayam broiler jenis pedaging yang dijual murah seharga Rp8.000 per kilogram di sentra peternakan ayam broiler di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (26/6/2019)./ANTARA-Destyan Sujarwoko

Bisnis.com, JAKARTA Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) menyatakan realisasi impor anak ayam umur sehari (day old chick/DOC) kelas grand parent stock (GPS) yang dilakukan sekitar 14 perusahaan pembibitan sampai saat ini mencapai lebih dari 400.000 ekor.

Ketua Umum GPPU Achmad Dawami mengatakan terdapat usulan untuk merevisi alokasi impor indukan menyusul potensi pasokan produksi yang berlebih dan tren penurunan konsumsi.

"Tahun ini, target alokasinya sekitar 770.000 ekor, tapi mungkin akan dikurangi [alokasinya]. Belum diputuskan, baru dibahas," ungkapnya, Senin (26/8/2019).

Achmad menjelaskan sejauh ini usulan revisi alokasi impor diharapkan tidak lebih dari 720.000 ekor DOC GPS. Ia mengatakan kuota impor tetap dipatok tumbuh, namun di kisaran 3-4 persen saja demi menjaga iklim usaha perunggasan.

"Usulannya jangan lebih dari 720.000 supaya nanti tetap tumbuh. Kalau tidak tumbuh, ya bagaimana. Jangan terlalu banyak impor," kata Achmad.

Terlepas dari pembahasan tersebut, ia tak bisa memungkiri jika kondisi perunggasan tahun ini berada dalam kondisi yang sulit. Hal ini terlihat dari tren harga unggas hidup siap potong (livebird) di tingkat peternak yang sempat anjlok beberapa waktu lalu. 

Ia mengatakan turunnya konsumsi atau produksi yang berlebih bisa jadi karena dua hal yang mungkin menjadi faktor penyebab hal tersebut.

"Pertama, karena kelebihan produksi DOC. Kedua, penurunan demand yang kita tidak pernah tahu, karena perlambatan ekonomi Indonesia bisa saja. Makanya, kami mencoba mencari solusinya," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper