Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kuota Solar Bersubsidi Jebol, Ekonom : Pengawasan Kurang Solid

Potensi membengkaknya kuota solar bersubsidi didorong oleh beralihnya konsumen pada produk yang lebih murah.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa (kiri) berdialog dengan Retail Operational AKR Lampung Hariyono mengenai penghentian penjualan solar subsidi di SPBKB AKR Katibung, Lampung Selatan. /Bisnis - David Eka I.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa (kiri) berdialog dengan Retail Operational AKR Lampung Hariyono mengenai penghentian penjualan solar subsidi di SPBKB AKR Katibung, Lampung Selatan. /Bisnis - David Eka I.

Bisnis.com, JAKARTA — Potensi membengkaknya kuota solar bersubsidi didorong oleh beralihnya konsumen pada produk yang lebih murah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan dengan alasan efisiensi, konsumen lebih memilih kembali menggunakan BBM yang lebih murah.

"Sekarang ini, terjadi cost efficiency, mereka beralih mencari solar subsidi, selisihnya harga kalau tahun-tahun lalu kan tidak jauh," tuturnya ketika dihubungi Bisnis.com, akhir pekan lalu.

Apalagi, lanjut Bhima, dengan banyaknya sektor industri yang tertekan, penggunaan BBM bersubsidi jadi pilihan. Menurutnya, konsumsi solar bersubsidi yang di luar perkiraan menunjukkan pengawasan pemerintah kurang solid. 

Sebelumnya, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan ‎Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksi kuota bahan bakar minyak jenis tertentu (JBT) atau solar subsidi jebol sekitar 800.000 kiloliter (KL) sampai dengan 1,4 juta KL pada 2019.

Terkait konsumsi, setidaknya ada 10 Provinsi yang mengalami konsumsi di atas kuota yang ditetapkan. Di antara 10 Provinsi tersebut patut diduga ada penggunaan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan.

Misalnya saja, Kalimantan Timur sebesar 124,6 persen rerata per bulannya, diikuti Kepulauan Riau sebesar 119,9 persen, Lampung 113 persen, Riau 111 persen, Sulawesi Tenggara 109,4 persen, Sulawesi Barat 109,2 persen, Sumatra Barat 108,8 persen, Sulawesi Selatan 108,8 persen, Jawa Timur 108,7 persen, serta Bangka Belitung 108,3 persen.

Tahun ini, berdasarkan Nota Keuangan APBN 2019, volume JBT ditetapkan sebesar 15,11 juta KL, yang terdiri dari Solar sebesar 14,5 juta KL dan minyak tanah sebesar 610.000 KL. Volume kuota JBT tahun ini lebih kecil dibandingkan dengan kuota 2018 sebesar 15,62 juta KL.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper