Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Progresif Jangan Sampai Menghambat Pengembang

Marketing Director Paramount Land Alvin Andronicus mengatakan bahwa RUU Pertanahan memberatkan para pengembang untuk melakukan ekspansi lahan. Menurutnya, sistem pajak progresif sebenarnya tidak perlu ditentukan seperti yang dicanangkan dalam RUU.
Suasana pembangunan di kawasan perumahan di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/12)./ANTARA-Raisan Al Farisi
Suasana pembangunan di kawasan perumahan di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/12)./ANTARA-Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah berencana untuk menciptakan peraturan pajak progresif pertanahan bagi masyarakat yang memiliki tanah lebih dari satu lahan. Sayangnya, ide tersebut dikhawatirkan malah memberatkan bagi pengembang.

Aturan tersebut dirancang dalam Rancangan Undang - Undang (RUU) Pertanahan yang akan segera disahkan pada September 2019.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan bahwa ide pembuatan undang undang pertanahan tersebut telah direncanakan sejak lama. Dia mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode lalu telah menginisiasi undang undang tersebut.

“Tujuan dalam pembuatan undang undang tersebut yakni untuk mengatur pertanahan secara komprehensif sehingga tanah menjadi aset yang bermanfaat bagi pembangunan dan masyarakat,” ujarnya di Institut Pertanian Bogor (IPB) pekan lalu.

Menurut Sofjan, resiko yang paling dikhawatirkan dalam pembangunan yakni adalah tanah. Menurutnya pemerintah perlu mengeluarkan undang-undang tentang tanah agar agar masalah-masalah terkait pertanahan dapat mudah diatasi.

Hal tersebut untuk meminimalisir penguasaan tanah secara berlebihan. Nantinya pemerintah akan kenakan fiskal pertanahan sebagai insentif dan disinsentif.

“Pajak progresif [yang] dikenakan seperti [contohnya] mobil, beli mobil pertama pajak 100 persen, mobil kedua [nanti akan dikenakan] 150 persen, dan seterusnya,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya, fiskal yang akan disahkan ini dapat menjadi insentif apabila stakeholder ingin membangun proyek Transit Oriented Development (TOD) dekat stasiun sehingga harga tanah TOD akan lebih mahal dibandingkan harga tanah diluar area tersebut sehingga terjadi rasionalisasi.

“Jadi UU ini memberi kepastian hukum dan kepastian baru termasuk hak atas tanah tentang bagaimana orang bangun jalan di atas tanah, di bawah tanah hingga berapa meter, di atas properti seseorang. Semua prinsip pertanahan modern diakomodasi di RUU ini,” ujarnya.

Memberatkan Pengembang

Marketing Director Paramount Land Alvin Andronicus mengatakan bahwa RUU Pertanahan memberatkan para pengembang untuk melakukan ekspansi lahan. Menurutnya, sistem pajak progresif sebenarnya tidak perlu ditentukan seperti yang dicanangkan dalam RUU.

“Jangan sampai UU Pertanahan itu malah menghambat seolah pemerintah takut pihak swasta atau siapapun yang membangun, seharusnya memberikan kebebasan lebih luas kan,” tuturnya pada Bisnis Senin (19/8/2019).

Menurutnya, dengan adanya satu aturan baru ini akan semakin mengunci pengembang untuk mencari lahan baru. Padahal, tanah pengembang tidak akan mengendap lama. Selain itu, menurutnya  pengembang tidak mudah dalam pencarian lahan baru.

“Kalau dapat satu lahan baru [kemudian] ditentukan pajak progresifnya. Nanti, para developer akan enggan untuk mencari lahan baru karena akan terhambat dengan pajak progresif tadi, sedangkan kita butuh pembangunan, kan,” ujarnya.

Menurutnya, pengembang akan melakukan pembangunan dengan menghitung demografi masyarakat setempat. Di sisi lain, diperlukan waktu dalam perkembangan transportasi serta infrastrukturnya sebelum dapat membangun kawasan baru. Namun, apabila dikenakan pajak progresif, pengembang tidak akan berani untuk membeli lahan sesuai dengan masterplan-nya.

“Kita tidak berharap beli tanah dan dikenakan pajak progresif, [padahal] infrastruktur belum ada, tapi sudah dikenakan pajak progresif,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Putri Salsabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper