Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaga Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Diminta Tunda Pemindahan Ibu Kota

Di tengah gejolak ketidakpastian ekonomi global, pemerintah disarankan untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri, salah satu caranya dengan memperbesar belanja sosial.
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengamati peta Pulau Kalimantan di sela-sela wawancara tentang rencana pemindahan lokasi ibu kota, di Kantor Kementerian PPN, Jakarta, Selasa (30/7/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengamati peta Pulau Kalimantan di sela-sela wawancara tentang rencana pemindahan lokasi ibu kota, di Kantor Kementerian PPN, Jakarta, Selasa (30/7/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA -- Di tengah gejolak ketidakpastian ekonomi global, pemerintah disarankan untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri, salah satu caranya dengan memperbesar belanja sosial.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail Zaini mengatakan, pemerintah harus memperbesar porsi belanja sosial dalam APBN untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Salah satu caranya, Ahmad mengusulkan dengan menunda pembangunan ibu kota baru.

Menurut Ahmad, jika target penerimaan pajak tidak tercapai konsekuesinya belanja modal dan barang akan terptong sehingga memperlambat investasi.

"Uang dari penundaan membangun fasilitas ibu kota baru bisa digunakan untuk mempercepat pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan produktivitas sektor pertanian serta industri," terang Ahmad, Senin (12/8/2019).

Meski resisten terhadap dampak pelemahan ekonomi akibat perang dagang, jelas Ahmad, ekonomi Indonesia perlu waspada dengan tren shortfall penerimaan pajak.

Dia sepakat dengan riset Morgan Stanley mengenai pertumbuhan PDB Indonesia 2019/2020 berada pada angka masing-masing 5,0%.

Dia juga sepakat jika dibandingkan dengan ekonomi negara-negara Asia selain Jepang lainnya, Indonesia, beserta India dan Filipina, merupakan negara-negara yang cenderung kurang terkena dampak ketegangan perdagangan mengingat basis permintaan domestik yang bersifat endogen.

"Ekonomi Indonesia relatif kuat menghadapi gejolak eksternal karena total ekspor plus impor Indonesia tidak lebih dari 40% terhadap PDB," jelas Ahmad.

Ahmad menyebut konsumsi domestik bisa menjadi buffer ketika ada gejolak eksternal. Adapun risiko dari gejolak eksternal adalah tidak tercapainya target pertumbuhan pajak pemerintah yang sebesar 15% tahun ini.

"Saya prediksi dalam jangka menengah pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedikit di bawah 5% jika pertumbuhan investasi rendah akibat perang dagang," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper