Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Siapkan Insentif, Industri Plastik Minta 3 Hal

Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono mengatakan pemerintah harus merangsang pelaku industri yang sudah lama berdiri agar dapat melakukan ekspansi.
ilustrasi/Bisnis.com
ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) meminta tiga hal dalam pemberian insentif yang dijanjikan pemerintah.

Pertama, agar mempercepat penerbitan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) Peraturan Pemerintah Pemerintah (PP) No. 45/2019 tentang pengurangan pajak super bagi pelaku industri.

Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono mengatakan pemerintah juga harus merangsang pelaku industri yang sudah lama berdiri agar dapat melakukan ekspansi. Dengan merangsang pelaku industri lama, ujarnya, pendapatan pajak juga akan naik seiring peningkatan kapasitas produksi.

“Kalau [pelaku industri] yang baru kan dikasih tax allowance dan tax holiday,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (13/8/2019).

Kedua, asosiasi meminta agar pemerintah memberikan insentif kepada industri daur ulang. Menurutnya, sekitar 3 tahun—4 tahun yang lalu pelaku industri daur ulang plastik masih dibebaskan membayar pajak penghasilan (PPH) dan pajakn pertambahan nilai (PPN).

Alhasil, pada saat yang bersamaan industri daur ulang plastik mulai mengimpor sekrap plastik. “Akhirnya tercampur sampah. Padahal, sampah dalam negeri saja masih berantakan,” katanya.

Fajar menjelaskan dengan adanya insentif kepada industri daur ulang, isu-isu negatif yang menghambat realisasi investasi di pipeline dapat dihilangkan. “Jadi, penerimaan negara masuk, investasi masuk, lingkungan terpelihara.”

Ketiga, Fajar berharap aga pemerintah juga menghapus peraturan pemerintah pusat maupun daerah yang tidak pro-industri, seperti pelarangan penggunaan kantong plastik yang sudah berlaku di beberapa kota. Selain itu, asosiasi juga berharap agar pemerintah menghentikan anjuran untuk menggunakan plastik oxo-biodegradable.

“Itu sudah dilarang di Amerika, Eropa, dan baru saja di Thailand. Dilarang karena tidak bisa di-recycle. Ini kan cuma mengubah plastik yang besar ke kecil dan pemulung tidak mau ambil itu,” ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan pihaknya siap menggunakan seluruh instrumen fiskal yang ada untuk memecahkan masalah current account deficit (CAD).

Pihaknya siap membantu kementerian dan pemda terkait dalam memecahkan masalah tersebut. Kementerian-kementerian yang dimaksud antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Pertanian.

"Semua kementerian yang memiliki portfolio penyumbang dari trade maupun account deficit itu terjadi akan dikoordinasikan," kata Sri Mulyani.

CAD pada kuartal II/2019 melebar dari 2,6% PDB atau US$7 miliar menjadi 3,04% PDB atau US$8,4 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Galih Kurniawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper