Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tensi Perang Dagang Meningkat, Pertumbuhan Permintaan Minyak Melambat

International Energy Agency (IEA) menyatakan meningkatnya tanda-tanda perlambatan ekonomi dan memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China telah menyebabkan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun ini menjadi yang terlambat sejak krisis keuangan 2008.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menghadiri pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019)./Reuters-Kevin Lamarque

Bisnis.com, LONDON International Energy Agency (IEA) menyatakan meningkatnya tanda-tanda perlambatan ekonomi dan memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China telah menyebabkan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun ini menjadi yang terlambat sejak krisis keuangan 2008.

"Situasi menjadi semakin tak pasti. Pertumbuhan permintaan minyak global sangat lambat pada paruh pertama 2019," tulis IEA dalam laporan bulannya seperti dikutip Reuters, Jumat (9/8/2019.

Lembaga yang bermarkas di Paris tersebut mengatakan dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2018, permintaan minyak global turun 160.000 barel per hari (bph) pada Mei 2019 sekaligus menjadi penurunan bulanan secara year-on-year kedua tahun ini.

Adapun dari Januari hingga Mei 2019, permintaan minyak hanya meningkat sebesar 520.000 barel per hari atau yang terendah sejak 2008.

"Prospek kesepakatan politik antara China dan AS terkait perdagangan telah memburuk. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas perdagangan sekaligus turunnya pertumbuhan permintaan minyak," tutur IEA.

IEA menurunkan perkiraan pertumbuhan minyak global untuk 2019 dan 2020 menjadi masing-masing 1,1 juta dan 1,3 juta bph.

Adapun IEA menyebutkan China menjadi penopang utama pertumbuhan permintaan pada semester I/2019 sebesar 500.000 bph. Untuk AS dan India, peningkatan permintaannya hanya 100.000 bph.

"Prospeknya rapuh dengan kemungkinan revisi menjadi lebih rendah lagi," tulis IEA.

Sementara itu, pengurangan pasokan dari negara-negara eksportir minyak (OPEC) dan produksi negara non-OPEC yang lambat telah memperketat pasar. 

Namun, IEA menilai keseimbangan tersebut hanya bersifat sementara. Pasalnya, produksi minyak dari negara non-OPEC diperkirakan akan kembali berlimpah pada 2020 sebanyak 2,2 juta bph sehingga pasokan akan meningkat cukup tajam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Lucky Leonard
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper