Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) memperkirakan pertumbuhan negatif industri pengolahan pada akhir tahun lalu akan berlanjut pada tahun ini.
Asosiasi pun memproyeksikan neraca dagang industri pengolahan nonmigas akan berada di zona merah pada 2021. Mereka berharap pemerintah memperkuat industri manufaktur dalam negeri serta membatasi impor yang semakin mengkhawatirkan.
Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta dalam keterangan resmi mengatakan, tahun 2018 merupakan kinerja perdagangan terburuk sejak 2014. Asosiasi mencatat neraca dagang industri nonmigas tahun lalu anjlok 80,4% dari US$20,4 miliar pada 2017 menjadi US$4 miliar.
"Keinginan presiden untuk meningkatkan ekspor justru diterjemahkan menjadi memberikan fasilitas impor bahan baku yang jor-joran," katanya, Selasa (6/8/2019).
Adapun untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT), katanya, prosuden lokal sudah mampu memenuhi permintaan industri nasional. Namun, pembukaan keran impor dengan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64/2017 membuat industri kain lokal tertekan.
Redma menuding importir akan selalu berdalih bahwa pasokan kain di dalam negeri kurang. Sektor industri yang menjadi tumpuan menyerap devisa dan tenaga kerja pun bakal terganggu.
"Jadi, persoalan ini sederhana, pemerintah akan bangun industri dalam negeri atau mau pro-impor," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel