Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspansi Ekspor CPO, Pelaku Industri Bidik Pasar Ritel di Rusia

Rusia dinilai dapat menjadi ceruk pasar tambahan untuk devisa dengan mengekspor CPO bagi keperluan rumah tangga. Saat ini, pemakaian CPO di Rusia sebesar 1,1 juta ton per tahun di mana 74,5% dipasok dari Indonesia dan sisanya dari Malaysia dan Belanda.
/Antara
/Antara

Bisnis.com, Moskow — Pengusaha berharap pemerintah melakukan perjanjian dagang dengan Rusia untuk memperluas ceruk pasar di negara tirai besi tersebut.

Dalam Festival Indonesia – Moscow 2019, produk minyak goreng sawit yang diboyong oleh delegasi Indonesia ludes dibeli oleh para pengunjung. Para warga lokal Moskow antusias terhadap produk itu, bahkan menanyakan lokasi supermarket untuk membeli minyak goreng sawit.

Selama festival tersebut, 1 liter minyak goreng sawit dijual Rp36.000. Jauh lebih mahal dari harga di Indonesia sekitar Rp10.000 per liter. Harga tersebut, relatif kompetitif dibandingkan dengan harga minyak goreng berbahan dasar biji bunga matahari yang dibanderol Rp22.000 per 0,6 liter.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga mengatakan selama ini crude palm oil (CPO) yang diekspor Indonesia ke Rusia sebanyak 800.000 ton/tahun tidak digunakan untuk produk yang berorientasi pasar konsumsi rumah tangga, tetapi untuk industri pengolahan oleokimia.

"Industri di sini ternyata tidak promosi minyak ini dijual di market. Jadi ekspor kita yang ke mari dipakai oleh industri untuk confectionery, speciality fat, margarin, sabun tapi tidak dijual ritel," kata Sahad di Moskow, Minggu (5/8/2019).

Sahad menilai Rusia bisa menjadi ceruk pasar tambahan untuk devisa dengan mengekspor CPO bagi keperluan rumah tangga. Saat ini, pemakaian CPO di Rusia sebesar 1,1 juta ton per tahun di mana 74,5% dipasok dari Indonesia dan sisanya dari Malaysia dan Belanda.

Dengan tambahan konsumsi pasar ritel, Sahad optimistis ekspor bisa naik sekitar 200.000 ton-300.000 ton menjadi 1,1 juta ton khusus dari Indonesia. Hal ini bisa terlaksana apabila kedua belah pemerintah melakukan perjanjian dagang. Langkah itu nantinya akan dilanjutkan dengan pertemuan antara pelaku industri.

"Ini yang mulai harus kita terobos. Caranya adalah goverment to goverment. Pemerintah sini [Rusia] selalu bilang minyak sawit jelek sehingga industri ritel takut membeli. Jadi, pemerintah harus approach. Pemerintah sini mau, ritel mau," katanya.

Lewat G2G, lanjutnya, pemerintah Indonesia dapat mendorong skema preferences tariff agreement [PTA] untuk produk berbasis CPO. Apabila terlaksana, Indonesia akan mendahului Malaysia untuk merambah pasar baru produk CPO ritel.

Sahad mengestimasi G2G akan memakan waktu setidaknya 8 bulan. Setelah itu, industri diproyeksi dapat mengekspor minyak sawit untuk ritel mulai tahun depan. Selain itu, Gimni juga telah melakukan perjanjian riset dengan peneliti setempat untuk melawan kampanye negatif.

"Jadi mereka akan membuat klinik tes dengan orang bagaimana pengaruh minyak sawit ketika dimakan. Kami akan danai. Riset company di sini sudah kami pilih. Kemudian riset itu nanti akan kami publikasikan sebagai informasi di sini," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper