Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gandeng Chandra Asri, Mubadala Siap Bangun Pabrik Petrokimia Rp35 Triliun

Duta Besar Indonesia untuk Uni Emirat Arab Husin Bagis menuturkan dalam waktu dekat akan ada kerja sama antara Mubadala-OMP dengan Chandra Asri.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan pabrik Polyethylene (PE) baru berkapasitas 400.000 ton per tahun di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), Cilegon, Banten, Selasa, (18/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan pabrik Polyethylene (PE) baru berkapasitas 400.000 ton per tahun di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), Cilegon, Banten, Selasa, (18/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan asal Uni Emirat Arab, Mubadala, akan menggandeng perusahaan petrokimia Indonesia, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. untuk membangun pabrik petrokimia senilai US$2,5 miliar, atau setara dengan Rp35 triliun.

Duta Besar Indonesia untuk Uni Emirat Arab Husin Bagis menuturkan dalam waktu dekat akan ada kerja sama antara Mubadala-OMP dengan Chandra Asri. Kerja sama ini diproyeksikan bisa mengurangi impor produk kimia yang nilainya mencapai US$20 miliar dalam setahun.

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menyambut baik rencana ini karena dinilai bisa meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal Inaplas, mengatakan selama ini industri petrokimia dalam negeri masih mengimpor bahan baku berupa nafta. Melalui kerja sama ini, maka mata rantai bahan baku tersebut bisa lebih singkat serta perusahaan dalam negeri mendapatkan kelancaran pasokan bahan baku.

“Produk yang dihasilkan bisa lebih kompetitif. Mudah-mudahan, kalau kerja sama ini jadi, akan menarik pemain lain untuk mengikuti jejak Mubadala,” ujarnya, Minggu (21/7/2019).

Fajar mengatakan industri petrokimia di Indonesia masih banyak yang bergantung pada suplai bahan baku dari negara-negara kawasan Timur Tengah.

Namun, pasokan bahan baku ini terbatas karena dibagi-bagi dengan perusahaan petrokimia lainnya. Melalui kerja sama, perusahaan dalam negeri bisa mendapatkan prioritas dan kepastian pasokan bahan baku.

Dia menilai kerja sama ini sebagai entry point perusahaan Timur Tengah untuk masuk ke Indonesia sehingga harus dikawal agar terealisasi.

Menurutnya, dengan pasar domestik yang besar, investasi jangan sampai didominasi oleh satu negara, seperti China. Pasalnya, apabila jika didominasi oleh China, dikhawatirkan ke depan tidak bisa mengisi pasar Amerika Serikat mengingat keduanya masih berkonflik.

Fajar menambahkan supaya bisa menarik investasi lebih banyak masuk ke Indonesia, pemerintah harus sigap dalam menyediakan payung untuk insentif yang telah disiapkan. Misalnya, untuk insentif super deductible tax, pemerintah diharapkan bisa segera menerbitkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.

“Kemudian, disinkronisasikan kebijakan yang pro industri dan investasi. Untuk sektor petrokimia, isu sampah plastik ini penting, kami sudah beri second opinion yang pro industri, yang masalah itu kan manajemen sampahnya dan ini bisa diselesaikan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper