Kepekaan Masyarakat terhadap Potensi Bencana Mesti Ditingkatkan

Tahun lalu, sejumlah bencana terjadi di Tanah Air seperti di Palu dan Pulau Lombok. Pun dengan erupsi gunung api terjadi di Gunung Agung dan letusan Gunung Anak Krakatau.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (tengah) memberi penjelasan terkait dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana di Jakarta, Kamis (18/7/2019)./Rivki Maulana
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (tengah) memberi penjelasan terkait dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana di Jakarta, Kamis (18/7/2019)./Rivki Maulana

Bisnis.com, JAKARTA — Potensi bencana gempa bumi dan erupsi gunung api dinilai menjadi tantangan bagi berbagai pihak untuk terus melakukan mitigasi dan penelitian berkelanjutan.

Selain itu, kesadaran masyarakat tentang potensi bencana gempa perlu terus ditingkatkan.

Potensi bencana tersebut amat besar karena Indonesia terletak di kawasan cincin api atau ring of fire. Tahun lalu, sejumlah bencana terjadi di Tanah Air seperti di Palu dan Pulau Lombok. Pun dengan erupsi gunung api terjadi di Gunung Agung dan letusan Gunung Anak Krakatau.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa potensi bahaya tersebut membuat pembangunan infrastruktur harus tangguh terhadap bencana.

Dia menambahkan, pada pemangku kepentingan selain fokus mencari penyebab bencana juga perlu mencari solusi lewat penelitian dan penyusunan standar teknis bagi pembangunan infrastruktur.

"Ini sebagai langkah mitigasi agar infrastruktur yang dibangun akan lebih aman dan tangguh bencana. Secara teknis kita setiap mau bangun jalan, bandara, tol, bendungan, itu pasti ada kajian history gempanya," kata Basuki selepas pembukaan lokakarya, Kamis (18/7/2019).

Menurut Basuki, kesadaran bahwa penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan bencana perlu terus digalakkan. Perilaku masyarakat yang abai terhadap potensi bencana juga perlu dicegah.

Dia menggambarkan, tidak sedikit masyarakat yang tinggal justru berada di daerah yang berbahaya, seperti di pinggir sungai atau di lereng yang curam.

Di sisi lain, berbagai upaya mitigasi bencana telah dilakukan, antara lain lewat pemutakhiran peta sumber dan bahaya gempa nasional, kajian gempa bumi di berbagai daerah, dan evaluasi kerusakan bangunan dan infrastruktur pascagempa. Namun, frekuensi gempa dan erupsi yang terjadi membuat pemantauan dan penelitian yang berkesinambungan juga penting dilakukan.

Menurut Basuki, standar ketahanan gempa terus mengalami pembaharuan seiring dengan perkembangan penelitian terkait dengan kebencanaan.

"Makin ke sini kan makin lengkap datanya karena ada penemuan sesar-sesar [gempa] baru. Itu menambah data untuk dianalisis seberapa sensitif dan riskan suatu daerah terhadap bencana," jelasnya.

Kementerian PUPR mewakili Pemerintah Indonesia sebelumnya mengusulkan pembentukan pusat penelitian likuefaksi internasional bernama Nalodo Center. Pusat penelitian ini diharapkan bisa meningkatkan pemahaman terkait dengan likuefaksi melalui penelitian yang maju dan inovatif.

Inisiatif ini tak lepas dari kejadian gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah pada tahun lalu.

Guna meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana gempa, Akademi Ilmu Pengetahun Indonesia (AIPI) dan Kementerian PUPR menggelar lokakarya bertajuk  “Kesadaran Nasional Peduli Gempa Bumi Dan Gunung Api di Indonesia” di Auditorium Gedung Perpustakaan Nasional, Kamis (18/7/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : MediaDigital
Editor : MediaDigital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper