Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Insentif Pengurangan Pajak Industri Tekstil Dianggap Tak Tepat

Insentif super deduction tax dinilai kurang tepat sasaran bagi industri tekstil. Kepastian pasar lebih dibutuhkan para pelaku sektor ini.
ilustrasi/Antara-R. Rekotomo
ilustrasi/Antara-R. Rekotomo

Bisnis.com, JAKARTA – Insentif super deduction tax dinilai kurang tepat sasaran bagi industri tekstil. Kepastian pasar lebih dibutuhkan para pelaku sektor ini.

Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), mengatakan investasi di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) akan marak jika pemerintah membatasi impor dan menyediakan pasar di dalam negeri.

Pasalnya, saat ini pabrikan enggan berekspansi karena serapan pasar domestik yang kurang akibat banjir produk impor.

"Dikasih insentif pajak hingga 300%, tetapi enggak bisa jualan, buat apa? Lebih baik kami tidak dapat insentif fiskal apapun, tetapi bisa jualan," ujarnya di Jakarta, Rabu (10/7/2019).

Redma menyatakan sebelum insentif super deductible tax, pemerintah telah menyediakan insentif perpajakan berupa tax holiday dan tax allowance. Namun, pelaku industri TPT tidak banyak yang memanfaatkan insentif tersebut.

Menurutnya, masalah utama di sektor tekstil bukan pada insentif yang kurang, tetapi impor yang tidak dikontrol sehingga produk tekstil nasional kehilangan pasar domestik.

Seperti diketahui, pemerintah akhirnya menerbitkan payung hukum untuk kebijakan pengurangan pajak super alias super deduction tax. Kebijakan insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Beleid baru tersebut merupakan perubahan atas PP Nomor 94 Tahun 2010 dan mengatur pengurangan penghasilan bruto hingga 200% bagi industri yang menyelenggarakan vokasi dan hingga 300% bagi industri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan. Salah satu tujuan kebijakan ini adalah mendorong investasi pada industri padat karya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper