Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berebut Dampak Positif Perang Dagang AS-China, Ini Perbedaan Vietnam dengan Indonesia

Banyak yang mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China akan membawa dampak bagi perdagangan dunia sekaligus menjadi peluang bagi negara-negara mitra dagang kedua negara besar tersebut,seperti Indonesia.
Suasana di Pelabuhan Lianyungang, Provinsi Jiangsu, China, 8 September 2018./REUTERS-Stringer
Suasana di Pelabuhan Lianyungang, Provinsi Jiangsu, China, 8 September 2018./REUTERS-Stringer

Bisnis.com, JAKARTA-- Banyak yang mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China akan membawa dampak bagi perdagangan dunia sekaligus menjadi peluang bagi negara-negara mitra dagang kedua negara besar tersebut, seperti Indonesia.

Namun, benarkah demikian? Indonesia bersama negara-negara di Asia Tenggara secara teori dapat memperoleh keuntungan tersendiri dengan perang dagang AS versus China tersebut. Peralihan modal dan manufaktur ke negara-negara Asia Tenggara sangat potensial terjadi.

Di Asean, hampir semua negara menyiapkan diri untuk berebut efek positif perang dagang tersebut. Namun, Vietnam-lah negara yang mendapatkan keuntungan lebih banyak ketimbang Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura dan lainnya.

Bahkan, data Nomura yang dihimpun oleh Bank Indonesia (BI) memperlihatkan Indonesia kurang mendapatkan dampak positif dari perang dagang karena export similarity Indonesia dengan China paling rendah
dibandingkan dengan Thailand, Malaysia dan Vietnam karena perbedaan struktur ekspor.

Similaritas produk ekspor Vietnam dengan China yang begitu tinggi membuat AS akan mengalihkan impor dari China ke Vietnam.

Di Vietnam, misalnya, ekspor produk telepon selular ke AS meningkat tajam dan mencapai 5,7% dari PDB Vietnam.

Tak hanya ekspor, Vietnam juga mendapatkan keuntungan relokasi industri dari China. Pada periode Januari-Mei 2019, investasi China ke Vietnam US$1,6 miliar atau meroket 456% yoy dari US$280,9 juta pada periode yang sama tahun lalu. Bahkan, nilai tersebut lebih tinggi dari total investasi China ke Vietnam sepanjang 2018 uamh US$1,2 miliar.

China menggeser posisi Jepang, Korsel, dan Singapura sebagai investor utama di Vietnam. Total investasi asing ke Vietnam mayoritas diinvestasikan pada sektor manufaktur dengan pangsa 71,8%, atau naik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 52,3%. Adapun subsektor komponen kendaraan, tekstil, dan barang elektronik menjadi pilihan utama dari investasi China.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan Vietnam menjadi destinasi favorit investor China di tengah perang dagang karena Vietnam secara geografis dekat dengan China. Selain itu, Vietnam memiliki fasilitas GSP, serta bilateral trade dan Investment Framework Agreement dengan AS sejak 1994.

Namun, kata Mirza, pemerintah Vietnam telah mengidentifikasi puluhan kasus fraudulent certificates of product origin di mana terjadi relabeling menjadi “Made in Vietnam”. Selain itu Bea dan Cukai Amerika Serikat juga berhasil mengungkap kasus relabeling produk plywood asal China melalui Vietnam. Mayoritas transshipment terjadi untuk jenis produk tekstil, seafood, pertanian, keramik, madu, baja-aluminium, dan kayu.

"Tapi pemerintah Vietnam berkomitmen memerangi praktik illegal transshipment dan relabeling oleh eksportir China," kata Mirza kepada media massa di Bali, Jumat (5/7/2019)

Pemerintah Vietnam melalui departemen Bea dan Cukainya tengah memperbaiki metode identifikasi transshipment dan merancang sanksi bagi perusahaan pelanggar. Begitu pula dengan kementerian luar negerinya yang telah membentuk steering committee untuk merespons isu tersebut. "Langkah pemerintah Vietnam memerangi transshipment dinilai sebagai upaya untuk menjaga hubungan dengan AS," kata Mirza.

Meskipun kalah dari peers seperti Vietnam, Indonesia memiliki peluang di industri padat karya (TPT) dan sumber daya alam (Perikanan) yang lebih similar dan telah unggul untuk didorong menjadi quick win. Sementara itu, untuk industri furniture, mesin, kendaraan, produk logam, dan elektronika Indonesia yang similar dengan China dan belum unggul, maka perlu dikembangkan melalui perbaikan iklim usaha & insentif untuk menangkap momentum potensi pengalihan permintaan dalan jangka menengah-panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fahmi Achmad
Editor : Fahmi Achmad
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper