Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRY 4.0 : RI Dulang Megainvestasi dari Korsel, Ini Detailnya

Kementerian menyampaikan investasi tersebut akan digunakan untuk mencapai target pada peta jalan Making Industry 4.0.
Menteri Perdagangan Industri dan Energi (MoTIE) Korea Selatan, Sung Yun Mo, dan Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto di Seoul, Rabu (26/6/2019). foto KEMENPERIN
Menteri Perdagangan Industri dan Energi (MoTIE) Korea Selatan, Sung Yun Mo, dan Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto di Seoul, Rabu (26/6/2019). foto KEMENPERIN

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian berusaha mendatangkan investasi dari Asia Timur untuk mengembangkan sektor manufaktur nasional. Kementerian menyampaikan investasi tersebut akan digunakan untuk mencapai target pada peta jalan Making Industry 4.0.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, implementasi Making Indonesia 4.0 dapat memacu pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil sebesar 1%--2% per tahun. Dengan demikian, pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline 5% menjadi 6%-7% selama 2018--2030.

“Selain itu, angka ekspor netto akan meningkat kembali sebesar 10% dari PDB. Kemudian, terjadi peningkatan produktivitas dengan adopsi teknologi dan inovasi, serta mewujudkan pembukaan lapangan kerja baru sebanyak 10 juta orang pada tahun 2030," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (28/6/2019).

Airlangga mengatakan, pihaknya telah meneken nota kesepahaman dengan National Research Council for Economic, Humanities, and Social Sciences (NRC) Korea Selatan dalam pengembangan inovasi pada sektor manufaktur melalui subkomite bersama.

Dia menjelaskan subkomite tersebut akan memformulasikan rencana aksi untuk implementasi aktivitas kerja sama yang mencakup sektor industri seperti otomotif, tekstil dan produk tekstil, kimia, makanan dan minuman, elektronika.

Menurutnya, beberapa kegiatan yang akan dilakukan pada nota kesepahaman tersebut adalah penelitian bersama, pertukaran untuk pendidikan, pembentukan jejaring antara para ahli dan profesional di masing-masing negara, serta membuka peluang proyek kerja sama. Pengembangan inovasi, ujarnya, daya saing industri nasional akan lebih kompetitif di kancah global.

Selain itu, Airlangga menyampaikan pihaknya juga bertemu dengan Menteri Perdagangan, Industri dan Energi (MoTIE) Korea Selatan, Sung Yun Mo untuk meningkatkan perdagangan dan investasi. Airlangga menuturkan, beberapa kerja sama strategis yang sudah dilakukan adalah joint task force untuk mempromosikan kerja sama ekonomi. 

Airlangga menguraikan, kerja sama lanjutan tersebut akan memfasilitasi penempatan tenaga ahli teknis, termasuk menyelenggarakan implementasi Industri 4.0 yang bakal dilakukan di lima sektor industri, yakni otomotif, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, kimia, dan elektronik.

Pada kesempatan yang sama, Airlangga mengemukakan pertemuan tersebut berharap industri kimia, Lotte Chemicals telah melakukan ground breaking pabrik dengan nilai US$4 miliar.

“Diharapkan pabrik ini beroperasi pada 2020. Sementara itu, kami berdisuksi dengan Hyundai Motor Corporation tentang rencana investasinya di Indonesia. Pada prinsipnya, kami memberikan dukungan untuk investasi ini,” imbuhnya.

Selain industri Petrokimia, Airlangga mengatakan kerja sama Korea Selatan dan Indonesia dapat dilakukan untuk mendalami struktur industri, terutama untuk mendukung industri ponsel dan IoT. Terlebih, lanjutnya, terdapat beberapa industri peralatan telekomunikasi yang berlomba untuk pasar 5G dalam kondisi perdagangan saat ini.

Selain itu, Airlangga juga mendiskusikan peta jalan industri baja di Cilegon untuk memproduksi 10 juta ton baja pada 2025. Airlangga menyebutkan pihaknya akan mengembangkan penghiliran industri baja seperti memproduksi baja canai dingin (cold rolled coil/CRC).

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) menyatakan, kapasitas produksi HRC dan pelat besi perseroan akan mencapai 4 juta ton pada  akhir tahun. Hal tersebut disebabkan oleh beroperasinya pabrik baja panas (hot strip mill/ HSM) II pada depan yang akan menambah kapasitas produksi flat product perseroan sebanyak 1,5 juta ton per tahun.

Direktur Utama PTKS Silmy Karim mengatakan, pasar domestik membutuhkan HRC dan pelat besi sekitar 4 juta ton per tahun, sedangkan perseroan akan mampu memproduksi kedua produk tersebut sekitar 3,9 juta ton pada akhir tahun ini.

Di sisi lain, secara konsolidasi, perseroan dapat memproduksi total HRC dan pelat besi sejumlah 5,4 juta ton dengan tambahan dari pabrik baru PT Krakatau Posco sebanyak 1,5 juta ton. 

Dengan kata lain, lanjutnya, ada potensi ekspor sejumlah 1,4 juta ton pada tahun depan. Adapun, sambungnya, perseroan juga telah menyiapkan pembangunan pabrik HRC lainnya dengan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun.

Menteri Perindustrian Korea Selatan Sung Yun Mo menyampaikan Indonesia merupakan negara mitra yang penting bagi Korea. Dengan terciptanya iklim usaha yang kondusif, sejumlah investasi industri asal Korea Selatan masih terus ekspansif. 

“Mengenai Posco yang terus ekspansi di sektor industri baja, kami mengucapkan terima kasih karena proyeknya berjalan lancar. Kemudian, terkait Lotte, kami berharap terus mendapat dukungan untuk kelanjutannya. Melalui investasi ini, akan menopang pembangunan di Indonesia dan Korea. Jadi, ada hasil yang win-win,” tuturnya.

Yun Mo menambahkan, penguatan kerja sama kedua negara tidak hanya di sektor baja dan kimia, tetapi juga akan menyasar ke sektor otomotif. Hal ini penting karena dapat memperkuat daya saing industri di Indonesia.

Selain Korea Selatan, Airlangga menandatangani framework document dalam rangka mengimplementasikan The New Manufacturing Industry Development Center (New MIDEC) di bawah kerangka kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).

“Dengan adanya kerja sama New MIDEC ini bisa mengompensasikan defisit perdagangan antara Indonesia dan Jepang dalam bentuk capacity building yang sifatnya dasar untuk sektor manufaktur," paparnya.

Airlangga memaparkan, New MIDEC meliputi enam sektor, yaitu industri otomotif, elektronik, tekstil, makanan minuman, kimia serta logam. Selain itu juga terdapat tujuh lintas sektor, yaitu metal working, mold & dies (tooling), welding, SME development, export and investment promotion, green industry (energy, waste, emission), serta industry 4.0 (digitalization, automation, policy reforms).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper