Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Tembakau 2019 Diproyeksi Meningkat

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengatakan produksi tembakau pada tahun ini akan tumbuh 22,69% menjadi 200.000 ton pada tahun ini dari reralisasi akhir tahun lalu sekitar 163.000 ton.
Buruh tani mengangkat daun tembakau hasil panen di Bolon, Colomadu, Karangayar, Jawa Tengah, Senin (4/9)./ANTARA-Mohammad Ayudha
Buruh tani mengangkat daun tembakau hasil panen di Bolon, Colomadu, Karangayar, Jawa Tengah, Senin (4/9)./ANTARA-Mohammad Ayudha

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengatakan produksi tembakau pada tahun ini akan tumbuh 22,69% menjadi 200.000 ton pada tahun ini dari reralisasi akhir tahun lalu sekitar 163.000 ton.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan bahwa peningkatan tersebut disebabkan prediksi mengenai cuaca yang lebih baik bagi pertumbuhan tembakau pada semester II/2019.

Dengan kata lain, serapan tembakau lokal oleh industri rokok besar akan meningkat. Menurutnya, hanya 20%--25% dari hasil produksi tembakau yang sesuai dengan klasifikasi pabrik rokok besar, dengan kata lain, serapan tembakau domestik oleh pabrik rokok besar akan menjadi sekitar 40.000—50.000 ton pada tahun ini.

“Musimnya kelihatannya tegas, tidak ada kemarau basah. Mungkin [produksi tembakau tahun ini] akan bagus. Berarti, serapan dari pabrik [akan naik],” ujarnya, Kamis (27/6/2019).

Namun, Soeseno berujar pasokan tembakau lokal masih belum dapat memenuhi kebutuhan industri rokok di dalam negeri. Pasalnya, ada beberapa varietas tembakau yang tidak diproduksi di dalam negeri dan berkuangnya pasokan salah satu varietas. Adapun, varietas yang mendominasi impor tembakau pada umumnya adalah Virginia, White Burley, dan Oriental.

Soesono menjabarkan impor tembakau jenis White Burley dan Oriental memang diperlukan mengingat petani temabakau lokal tidak menanam varietas tersebut. Adapun, impor tembakau Virginia dilakukan karena pasokan tembakau Virginia oleh sentra produksi tembakau tersebut di Nusa Tenggara Barat (NTB) memang berkurang.

Menurutnya, pengurangan pasokan tersebut disebabkan oleh naiknya biaya pengeringan akibat penghentian subsidi minyak tanah oleh pemerintah. Adapun, pasokan tempurung kelapa sawit maupun kemiri sebagai substitusi minyak tanah sulit ditemukan di NTB. Alhasil, luas perkebunan tembakau di NTB berkurang dari 52.000 hektare menjadi 23.000 hektare pada akhir tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper