Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Dagang Picu Pelemahan Harga Udang, Pasar Panic Selling

Pelemahan harga udang yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ditengarai karena adanya perang dagang antara China dan Amerika.
Ilustrasi - Pekerja memanen udang di tingkat petambak (farm gate)./Bisnis-Dedi Gunawan
Ilustrasi - Pekerja memanen udang di tingkat petambak (farm gate)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pelemahan harga udang yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ditengarai karena adanya perang dagang antara China dan Amerika dan perbaikan tata niaga secara bilateral antara China dan Vietnam.

Ketua Umum Shrimp Club Indonesia Iwan Sutanto menyebutkan, meskipun terjadi peningkatan produksi di berbagai negara seperti di India, Meksiko dan Ekuador, pada saat yang sama terjadi penurunan produksi di Thailand, dan China. Di samping itu, peningkatan permintaan pun terus terjadi di pasar-pasar dunia.

“Jadi tidak over supply, yang ada harga udang terkoreksi karena pasar sesaat dan ada stok udang yang agak sedikit panic selling,” jelasnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (19/6/2019).

Iwan menuturkan, saat ini memang terjadi lonjakan produksi udang di India. Seiring dengan hal tersebut, impor udang China dari sejumlah negara pun terus meningkat. Impor tersebut umumnya berasal dari India, disusul Vietnam, dan juga dari Indonesia.

Di sisi lain, selain produksinya sendiri, Vietnam juga ikut mengimpor udang dari India, untuk kemudian dijual ke China.

Selanjutnya, di samping memenuhi permintaan pasar dalam negerinya, impor udang baik yang murni produksi sendiri oleh berbagai negara ini  juga hasil impor dari negara lain yang di reekspor ke China, kemudian diekspor kembali oleh China ke pasar Amerika.

Namun, adanya pembenahan tata niaga bilateral antara Vietnam dan China memengaruhi keberlanjutan ekspor impor udang antara kedua negara.

Di samping itu, seperti diketahui, sejak beberapa waktu terakhir, China masuk dalam pusaran perang dagang dengan Negeri Paman Sam yang tentu memengaruhi perdagangan kedua belah pihak.

Akibatnya, ada banyak stok yang telah diimpor baik oleh China, dan Vietnam yang kemudian tertahan dan tidak berhasil dijual ke Amerika. Sebagai akibatnya, terjadi panic selling, upaya untuk menjual udang kendati harus dibanderol dengan harga yang rendah agar cashflow tetap berjalan.

“Nah, di sinilah. Jadi dalam waktu yang kira kira kurang lebiih 8 bulan  terakhir, udang terkoreksi turun karena perang dagang, karena ada urusan China dan Vietnam mebereskan bilateral kedua negara udang  dijual murah,” jelasnya.

Panic selling dengan harga murah ini pun membuat harga udang di pasar Internasional terkoreksi. Sebagai imbasnya, Indonesia sebagai salah satu eksportir udang pun mengalami dampaknya. Harga udang asal Indonesia turut terkoreksi. Menurut Iwan, penuruan harga udang terjadi hingga 15%.

Kendati demikian, saat ini harga udang sudah mulai beranjak dari level terendahnya yag terjadi sebelum Lebaran. Kala itu, harga udang untuk size 50  ada di angka Rp62.000 per kilogram [di level petambak/ farm gate]. Adapun saat ini , harga telah berangsur meningkat ke Rp67.000 per kilogram.

Dia berharap, harga udang bisa terus mengalami perbakan hingga setidaknya ke level Rp75.000 per kilogram atau setara US$5,35 di level petambak agar para pelaku budi daya baik di Indonesia maupun negara lain bisa bertahan.

“Kalau di tingkat sekarang yang mati bukan kita saja, seluruh dunia. Rp75.000 [per kg] lah biar petambak hidup yang makan juga ada,” jelasnya.

Sebelumnya, pada awal 2018, menurut Iwan harga udang di petambak sempat menyentuh angka Rp80.000 per kilogram. Namun, menurutnya, untuk bisa kembali ke angka tersebut tidaklah mudah. Selain itu, jika terlalu mahal, dikhawatirkan juga minat akan udang berpotensi menurun.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 2,13% kendati terjadi peningkatan dari sisi volume sebesar 6,24%.

Penurunan ini terjadi lantaran melemahnya harga udang yang merupakan kmoditas ekspor utama dari Indonesia di tambah pelemahan harga rajungan.

 “Hal ini didominasi oleh penurunan nilai ekspor udang sebesar 17,12% dari USS457,28 juta pada triwulan 2018]menjadi US$378,98 juta di triwulan I/2019 atau menurun sebesar USS78,30 juta,” kata Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo dalam kesempatan berbeda.

Porsi udang pada volume ekspor di kuartal I/2019 sendiri menjadi yang terbesar, mencapai 17,26% atau setara dengan 45.873,44 ton. adapun dari sisi nilai, memberi kontribusi tertinggi hingga 33,52% terhadap total nilai ekspor Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper